Friday, 29 June 2007

Saya Konyol? Nggak Juga..

Kemarin saya diundang seorang teman untuk menghadiri Seminar Nasional yang membahas pesantren sebagai agen resolusi konflik. Seminar dilaksanakan siang hari di aula Gedung KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia) kawasan Kuningan Jakarta.

Kekonyolannya, saya mantan Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia, mesti sms dan telepon temen-temen untuk mencari tahu lokasi Gedung KNPI berada. Bahkan ketika sudah sampai dekat-dekat lokasi, gedung sebelah KNPI, dan bertanya kepada satpam disana, tetap aja nyasar.

Konyol kan mantan Ketua Umum Pusat organasasi pelajar yang memiliki cabang hampir 98% provinsi di Indonesia tidak tahu letak sekretariat organisasi induk pemuda se Indonesia?

Tapi saya PD saja kok. Saya merasa KNPI yang konyol karena tidak mampu menarik saya, dan organisasi yang saya pimpin, untuk bisa bergabung dengan dia. Lagi pula saya berani bertaruh ,dari segi karya di tengah masyarakat, organisasi yang saya pimpin lebih real konstribusinya. Ada kegiatan pembinaan terhadap anggota juga ada kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Coba saja cek apa kegiatan KNPI yang real selain menjadi media mobilitas vertikal personal,dengan melupakan basis kompetensi, dan menghabiskan dana APBN serta APBD?

Tetapi kemarin seorang teman memberitahu bahwa organisasi yang pernah saya pimpin katanya sedang sibuk-sibuk campaign KNPI ke salah satu cabang PII. Semoga ini berita yang salah.


Medan Merdeka Barat

READ MORE - Saya Konyol? Nggak Juga..

Tuesday, 26 June 2007

Mending yang Gratis aja…

Dalam sebuah kumpulan, temannya teman saya iseng-iseng ngajak saya ke tempat PSK, Pekerja Seks Komersil, dan menikmatinya. Untuk mengatakan bahwasannya PSK itu menjijikan dan perempuan pendosa, jelas tuduhan yang mengandung unsur blaming victim kan?daripada nambah-nambah dosa nuduh perempuan yang sedang terpuruk ekonomi dan harga dirinya atau menghina teman, lebih baik dijawab senyum aja kan? Makanya saya bilang kalo saya lebih enak pulang ke rumah, karena sudah ada yang gratis hehe...

READ MORE - Mending yang Gratis aja…

Monday, 18 June 2007

Sebutlah 40 orang nama dalam do'a mu!...

Sekarang ini saya punya kebiasaan baru bila selesai shalat, meminta rahmat, hidayah, inayah dan maghfirah bagi keluarga dan temen-temen saya yang saya sebut namanya satu persatu sejumlah minimal 40 orang. Sebelumnya jangankan menyebut 40 nama, kadang doa menjadi hal sekunder dan terlupakan.

Gara-garanya adalah ketika di kantor saya baca tulisan kang Jalal, tepatnya transkrip ceramah beliau, tentang silaturahim ruhaniyah. Untuk lebih lengkapnya coba klik link “Kang Jalal” yang ada di sebelah kiri blog ini kemudian klik artikel dia dengan judul Silaturahim Ruhaniyah. Penyebab kedua adalah reply sms dari istri saya ketika resume tulisan ini saya sampaikan via sms.

Kang Jalal memang maestro dalam bidang komunikasi meskipun lama tidak menggeluti bidang komunikasi lagi. Personally saya mendapatkan pengalaman menarik berkaitan dengan kemahiran beliau baik secara akademis maupun praktis dalam bidang komunikasi semasa saya mahasiswa di Fikom Unpad.

Saya masih ingat ketika mula pertama kang Jalal come back mengajar di Fikom Unpad. Barisan pertama kelas saya, ketika beliau mengajar mata kuliah metodologi penelitian komunikasi, diisi ketua&sekretaris jurusan serta dosen-dosen jurusan manajemen komunikasi. Tidak cukup sampai disitu, bila pada mata kuliah dosen lain saya dan temen-temen sengaja membuka pintu lebar-lebar untuk memudahkan “pelarian” khusus untuk kang Jalal pintu terpaksa kita tutup karena teman-teman jurusan lain ngotot ingin ikut. Jelas kami tidak menerima karena ini menjadi privilege jurusan kami dan hanya akan menyesakan ruangan saja.

Kembali ke tulisan kang Jalal. Dengan mengutip Al-Quran surat Ar-Ra’du ayat 23, Jalal mengingatkan urgensi silaturahim. Di surga kelak orang-orang yang suka silaturahim semasa hidupnya akan kembali dipertemukan oleh Allah swt. Sebagaimana diri manusia yang terdiri dari dimensi ruhani dan jasmani, pada dasarnya silaturahim yang terjadi antara manusia juga terjadi pada dimensi ruhani dan jasmani.

Dimensi jasmani, dalam tulisan ini Jalal mengintrodusir istilah nasut, adalah proses silaturahim yang terjadi di dunia nyata yang sehari-hari kita lakukan. Kita bertemu kemudian bersalaman dan berpelukan sambil saling memberi hadiah, itulah silaturahim yang biasa kita lakukan.Yang perlu diingatkan tentunya istilah silaturahim dan bersalaman. Menurut saya bersalaman tidak berarti bersilaturahim. Sebagaimana yang dialami oleh saya sendiri, banyak orang yang bersalaman tetapi tidak bersilaturahim

Sedangkan silaturahim ruhaniyah adalah silaturahim yang terjadi antar ruhani kita, Jalal mengintrodusir istilah silaturahim malakut. Silaturahim malakut adalah silaturahim yang menembus ruang batas dan waktu. Silaturahim pada dimensi malakut memungkinkan kita bersilaturahim bukan saja dengan orang yang berjauhan jarak dan tidak pernah mengenal kita, bahkan kita bisa bersilaturahim dengan orang yang sudah meninggal dunia.

Berdoa adalah cara kita bersilaturahim pada dimensi malakuut. Bila setiap Jumat kita selalu berdoa untuk kebaikan dan keselamatan kaum muslimin secara keseluruhan, maka sebaiknya kita menyempatkan waktu dalam doa personal kita, mendoakan secara khusus orang-orang yang kita cintai. Sebutlah nama-nama orang itu secara definitif dan mintakanlah ampunan kepada Illahi rabbi atas semua dosa-dosa mereka. Kang Jalal menambahkan supaya lebih afdhal, disetiap tahajud kita, diakhir sujud witir untuk menyebut nama-nama orang yang kita cintai satu persatu dalam doa kita.

Ketika kita menyebut nama-nama itu, ketika itulah alam malakuut (ruh) kita sedang bersilaturahim menemui mereka satu persatu. Pada saat itu terjadi pertemuan yang sangat intens antar alam malakut kita dengan orang-orang yang kita sebutkan dalam doa kita tadi.

Hal menarik bagi saya adalah ketika Jalal mencoba mengaitkan silaturahim pada dimensi malakut ini dengan fenomena déja vu. Istilah dunia psikologi yang menerangkan pengalaman personal ketika kita merasa sudah mengalami sebuah peristiwa padahal hal itu tidak pernah dialami sebelumnya. Seperti kita berjumpa dengan seseorang untuk pertama kali tetapi merasa sudah akrab dengan orang itu padahal kita belum pernah bertemu sebelumnya. Berdasarkan teori déja vu, hal itu terjadi karena ruh-ruh mereka pernah melakukan silaturahim di alam Malakut.

Pada akhirnya dalam pandangan saya, yang sempat berjibaku di dunia organisasi sebagai ketua umum, mendoakan orang lain adalah hal paling elementer yang mesti dilakukan untuk kesuksesan sebuah lobby atau negosiasi. Karena dalam banyak hal terkadang jabatan, argumentasi dan performance menjadi lenyap tidak bermakna terkalahkan gerak hati seseorang. Orang Sunda bilang kereteg hate alias getar hati. Hal inilah yang tidak akan pernah bisa diprediksi dan kalkulasi sebelumnya.

Sejenak saya me review masa-masa menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia. Ternyata dalam beberapa waktu saya mengalami kemudahan dalam hal lobby untuk fund raising untuk membiayai beberapa aktivitas organisasi dan perjalanan dinas.

Ketika seminggu lagi mesti berangkat ke Mesir dan belum mempunyai tiket untuk berangkat, malam bertemu dengan seseorang yang bertanya tentang agenda organisasi. tanpa bermaksud untuk meminta bantuan tiket, tiba-tiba saja keluar komitmen untuk membantu. Begitu juga ketika di Hongkong dan Mesir.

Waktu bertemu dubes Indonesia di Mesir saya tidak tahu kalo temen-temen Mesir sudah kehabisan amunisi, sehingga tema pertemuan dengan dubes murni membicarakan orientasi organisasi berkaitan dengan hubungan luar negeri. Tidak ada complain tentang perjalanan yang membutuhkan tambahan perbekalan. Sore harinya sebuah MercedesBenz lengkap dengan sopir dan amplop (saya lupa berapa ratus dollar US) disediakan untuk menikmati suasana malam di Kairo. Besoknya, satu bus gratis ber-AC disediakan kedubes untuk menjelejah piramida dan tempat-tempat bersejarah di Kairo

Begitu juga ketika menghadiri Leadership Training pemuda muslim se Asia-Pacifik di Hongkong. Tidak pernah mengecek berapa sisa dana di kantong karena merasa sudah aman dengan tiket PP, tiba-tiba panitia memberi saya uang 1000 HK$ (kira-kira 1,75 Jt) untuk uang jalan-jalan seputar Hongkong. Ternyata dari sekian delegasi hanya saya yang mendapat uang itu dan itu berkat lobby seorang panitia dari Malaysia yang apartemennya di tempati saya. Ternyata uang itu juga lah yang menyelematkan kebutuhan logistik selama perjalanan.

Semula saya berpikir segala macam bentuk privilege itu di peroleh karena status saya sebagai pemimpin organisasi saja. Karena selalu datang dengan performance yang berantakan dan berbicara seadanya tanpa tips dan trik. Tetapi salah seorang teman mengingatkan tidak selalu seperti itu. Karena toh generasi sebelum dan sesudah saya tidak bisa mendapatkan kesempatan sama ketika berhadapan dengan orang yang sama.

Di rumah saya sempat mendiskusikan hal ini dengan istri. Ternyata dia juga beberapa kali mengalami hal sama ketika menjadi ketua. Hanya berbicara, tanpa mengurai kebutuhan dana, menginformasikan rencana organisasi langsung saja yang bersangkutan meminta no rekening. Istri saya membahasakan dengan istilah “ngeclick” dan “tidak ngeclick”.

By the way, bila saya bukan penggiat organisasi pun, gak ada salahnya juga kan mendo’akan keluarga kita dan orang-orang yang kita kenal?Makanya saya tidak peduli meskipun M Nuh, bos saya di Depkominfo, tidak mengetahui doa saya, yang penting saya berdoa untuk dia semoga dia serius dan jujur dalam mengambil keputusan. Begitu juga untuk Pak Prawoto. Pak Sofyan, Pak Yusuf Asy’ari dll.

Tetapi tentunya sebelum itu saya menyebut nama istri,Ibu&Bapak dan kedua mertua saya terlebih dulu. Then kakak dari mulai Teh Ella sampai si bungsu opik, kemudian kakak ipar sampai adik ipar dan ponakan-ponakan. Tidak lupa teman-teman: Oki Budi, Yoga Nugraha, Arif, Wahyudin, Senoharto, Dikdik, Jain Saparudin,David, Ucup, Linda,Rinda, Nindi, Gunawan, Ari Wayang, Donny Nurpatria, Ikhwan, Masdum, Ridho, Pujo, Adit, Deva, Sani, Isti, Nur Nasrina, Raina, Nor Fadhillah Ahmad, Isti, Hammad, Suhail, Chaidir, Raimi, Endra, Hanik,Jalal, Jamal,Fajar, Irvan, Madun, temen-temen di komunikasi politik UI, temen-temen KPP Jabar dll.

Ketika masih SMP di Perguruan Thawalib, ada berita bahwa Pak Natsir meninggal dunia. Saya tidak tahu dan tidak pernah bertemu dengan Pak Natsir, tetapi saya merasakan ada guncangan dalam diri saya mendengar berita itu. Begitu juga guru-guru di sekolah saya. Meski tidak tahu siapa Pak Natsir, instruksi melaksanakan shalat ghaib dilaksanakan dengan ikhlas. Sekarang saya yakin, keikhlasan saya menshalat ghaibkan Pak Natsir dan guncangan mendengar berita meninggalnya beliau, meskipun saya tidak pernah bertemu dan kenal, pasti karena kebiasaan Pak Natsir yang suka mendoakan kaum muslimin semuanya dimana saya termasuk diantaranya.

****

Selesai membaca artikel tentang silaturahim ruhayaniyyah, masuk waktu shalat Ashar. Sebelum shalat saya sempat sms istri saya untuk berdoa dan secara definitif menyebut nama saya. Istri saya membalas untuk menyebut juga 40 orang nama dalam doa karena orang-orang itu lah yang nanti akan langsung datang ketika maut menjemput kita tiba-tiba.

Medan Merdeka Barat

Jakarta

READ MORE - Sebutlah 40 orang nama dalam do'a mu!...

Thursday, 14 June 2007

Mereka Yang Membantu

Tidak seperti Vina Panduwinata yang gembira karena kedatangan pak pos yang membawa surat cintanya, kegembiraan saya hari ini adalah karena kedatangan staff administrasi keuangan ke ruang saya menyodorkan amplop dan kwitansi. Fee saya selama sebulan menjadi news analyst. Lagipula zaman sekarang untuk urusan surat cinta kayaknya juga sudah out of date. Di samping karena sudah menikah sehingga urusan rasa kasih sayang bisa diungkapkan secara langsung, di zaman sekarang siapatah lagi yang hendak menggunakan pengiriman surat melalui pak pos?

Ritual setelah menerima fee tentunya pergi ke Bank. Mengambil slip pengiriman uang kemudian corat-coret angka untuk istri yang sedang iseng-iseng bisnis pengiriman baju ke Malaysia, tidak lupa kirim ke temen-temen di Bandung yang lagi ngumpulin dana untuk pelajar-pelajar tidak mampu.

Saya teringat kejadian kira-kira setahun yang lalu ketika mulai bantu temen-temen di Bandung untuk pembiayaan pelajar kurang mampu. Setelah selesai transfer, saya kirim kabar via sms. Mungkin karena sedang fakir pulsa, reply sms baru esok hari yang kira-kira isinya mengatakan terima kasih atas uang titipannya dan memberi doa semoga uang nya menjadi barakah.

Saya agak termenung dengan reply sms tersebut terutama pada kata “titipan” itu. Saya tidak tahu apakah teman saya bermaksud menyindir dengan sms nya itu atau dia mengalir begitu saja tanpa pretensi apa apa. Tapi apapun itu, kata “titipan” itu telah menggugat pandangan dan rasa saya terhadap uang yang saya kirimkan tadi.

Disadari atau tidak, semula saya merasa bahwa uang yang saya kirimkan kepada temen-temen di Bandung merupakan bantuan terhadap aktivitas yang sedang temen-temen lakukan padahal sebaliknya. Temen-temen di Bandung yang sedang buat kegiatan santunan terhadap pelajar tidak mampu, justru sedang membantu saya untuk menyalurkan bantuan ke orang yang tepat dari sedikit kelebihan materi yang saya miliki.

Saya membayangkan kembali efektivitas uang yang selama ini saya sisihkan untuk dana sosial. Bila di jalan ada yang meminta bantuan dana kadang kita berpikir dua hal: Pertama, apakah memang betul saya tidak tertipu dengan tampilan para peminta-peminta tersebut. Kejadian langsung yang pernah saya alami adalah ketika dengan segala kesungguhan dan rasa hati yang iba membantu seorang peminta, turun dari mobil uang tersebut ternyata di pakai untuk merokok.

Kedua, ini pandangan konvensional dari kelompok modernis, jangan-jangan saya telah menyuburkan kemiskinan itu sendiri karena menyantuni orang-orang yang sebetulnya punya kemampuan untuk bergerak lebih maju dalam memperbaiki kualitas hidup mereka, tetapi karena mentalitas malas kemampuan itu tidak dimanfaatkan dan kemauan tidak di munculkan.

Saya percaya kepada temen-temen di Bandung, selain karena komunitas di Bandung relatif lebih steril dari segala macam bentuk intervensi kepentingan politik dan materi yang sifatnya sesaat dibanding Jakarta, juga karena saya pernah bersama-sama berjibaku dengan temen-temen pada masa awal pembentukan komunitas tersebut.

Pada akhirnya memang saya yang mesti mengucapkan terima kasih terhadap temen-temen di Bandung. Selain give the right track juga karena tetap membantu menjaga dan mengingatkan spirit pembersihan jiwa. Inilah yang paling penting atas semuanya yang tidak akan pernah terbahaskan lagi.

Tentunya juga kepada adik-adik asuh yang tidak pernah sempat saya temui. Keyakinan saya, doa mereka itulah yang akan selalu mengangkat saya ketika terpuruk, menghalangi langkah ke arah yang salah dan mengarahkan ketika tersesat. Overall mengangkat saya dari jebakan materialisme yang sangat mengerikan

Terima kasih temen-temen!...

Terima kasih adik – adik!..

Miss you all!..

Keep Spirit in Fight !...

Medan Merdeka Barat

Jakarta

READ MORE - Mereka Yang Membantu