Thursday, 14 June 2007

Mereka Yang Membantu

Tidak seperti Vina Panduwinata yang gembira karena kedatangan pak pos yang membawa surat cintanya, kegembiraan saya hari ini adalah karena kedatangan staff administrasi keuangan ke ruang saya menyodorkan amplop dan kwitansi. Fee saya selama sebulan menjadi news analyst. Lagipula zaman sekarang untuk urusan surat cinta kayaknya juga sudah out of date. Di samping karena sudah menikah sehingga urusan rasa kasih sayang bisa diungkapkan secara langsung, di zaman sekarang siapatah lagi yang hendak menggunakan pengiriman surat melalui pak pos?

Ritual setelah menerima fee tentunya pergi ke Bank. Mengambil slip pengiriman uang kemudian corat-coret angka untuk istri yang sedang iseng-iseng bisnis pengiriman baju ke Malaysia, tidak lupa kirim ke temen-temen di Bandung yang lagi ngumpulin dana untuk pelajar-pelajar tidak mampu.

Saya teringat kejadian kira-kira setahun yang lalu ketika mulai bantu temen-temen di Bandung untuk pembiayaan pelajar kurang mampu. Setelah selesai transfer, saya kirim kabar via sms. Mungkin karena sedang fakir pulsa, reply sms baru esok hari yang kira-kira isinya mengatakan terima kasih atas uang titipannya dan memberi doa semoga uang nya menjadi barakah.

Saya agak termenung dengan reply sms tersebut terutama pada kata “titipan” itu. Saya tidak tahu apakah teman saya bermaksud menyindir dengan sms nya itu atau dia mengalir begitu saja tanpa pretensi apa apa. Tapi apapun itu, kata “titipan” itu telah menggugat pandangan dan rasa saya terhadap uang yang saya kirimkan tadi.

Disadari atau tidak, semula saya merasa bahwa uang yang saya kirimkan kepada temen-temen di Bandung merupakan bantuan terhadap aktivitas yang sedang temen-temen lakukan padahal sebaliknya. Temen-temen di Bandung yang sedang buat kegiatan santunan terhadap pelajar tidak mampu, justru sedang membantu saya untuk menyalurkan bantuan ke orang yang tepat dari sedikit kelebihan materi yang saya miliki.

Saya membayangkan kembali efektivitas uang yang selama ini saya sisihkan untuk dana sosial. Bila di jalan ada yang meminta bantuan dana kadang kita berpikir dua hal: Pertama, apakah memang betul saya tidak tertipu dengan tampilan para peminta-peminta tersebut. Kejadian langsung yang pernah saya alami adalah ketika dengan segala kesungguhan dan rasa hati yang iba membantu seorang peminta, turun dari mobil uang tersebut ternyata di pakai untuk merokok.

Kedua, ini pandangan konvensional dari kelompok modernis, jangan-jangan saya telah menyuburkan kemiskinan itu sendiri karena menyantuni orang-orang yang sebetulnya punya kemampuan untuk bergerak lebih maju dalam memperbaiki kualitas hidup mereka, tetapi karena mentalitas malas kemampuan itu tidak dimanfaatkan dan kemauan tidak di munculkan.

Saya percaya kepada temen-temen di Bandung, selain karena komunitas di Bandung relatif lebih steril dari segala macam bentuk intervensi kepentingan politik dan materi yang sifatnya sesaat dibanding Jakarta, juga karena saya pernah bersama-sama berjibaku dengan temen-temen pada masa awal pembentukan komunitas tersebut.

Pada akhirnya memang saya yang mesti mengucapkan terima kasih terhadap temen-temen di Bandung. Selain give the right track juga karena tetap membantu menjaga dan mengingatkan spirit pembersihan jiwa. Inilah yang paling penting atas semuanya yang tidak akan pernah terbahaskan lagi.

Tentunya juga kepada adik-adik asuh yang tidak pernah sempat saya temui. Keyakinan saya, doa mereka itulah yang akan selalu mengangkat saya ketika terpuruk, menghalangi langkah ke arah yang salah dan mengarahkan ketika tersesat. Overall mengangkat saya dari jebakan materialisme yang sangat mengerikan

Terima kasih temen-temen!...

Terima kasih adik – adik!..

Miss you all!..

Keep Spirit in Fight !...

Medan Merdeka Barat

Jakarta

1 comment:

  1. Salam
    Kang aku udah datang ke blognya..
    kyaknya, perlu kita terima persepsi tentang uang versi teman-teman bandung yang kang dede ceritakan tadi.. biar hidup lebih berkah..

    Btw, tukeran link yuk..
    Salam

    ReplyDelete