Sunday, 21 August 2011

Pindah Blog




Assalamu'alaikum Wr Wb

Selanjutnya kami informasikan bila semua tulisan di blog ini sudah kami pindahkan ke www.tongkrongan.com.




Selanjutnya updating terhadap content blog akan kami lakukan di situs www.tongkrongan.com

Terimakasih atas perhatiannya

Wassalamu'alaikum Wr Wb


READ MORE - Pindah Blog

Saturday, 6 August 2011

Teori Tumbuh Kembang Anak: Dari Nabi Muhammad Sampai Urie Brondfenbrenner


Ibn Khaldun, cendikiawan muslim, dalam masterpiecenya Almuqaddimah menyatakan bahwa; Barangsiapa tidak terdidik oleh orang tuanya, maka akan terdidik oleh zaman, artinya barangsiapa tidak memperoleh tata krama yang dibutuhkan sehubungan pergaulan bersama melalui orang tua mereka yang mencakup guru-guru dan para sesepuh, dan tidak mempelajari hal itu dari mereka, maka ia akan mempelajarinya dengan bantuan alam, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi sepanjang zaman, zaman akan mengajarkannya.

Jauh sebelumnya Nabi Muhammad mengingatkan bahwa kullu mauludin yuuladu ala fithrah, faabawahu yuhawidaanih aw yunashiranihi, setiap yang lahir itu pada dasarnya terlahir dalam keadaan fithrah (suci) dimana perkembangan selanjutnya tergantung kepada orang tua nya apakah mereka akan menjadikan anak mereka Yahudi atau Majusi.

Pandangan mendasar nabi tentang hakekat seorang anak menjelaskan bahwa dasar semua anak itu adalah suci bersih dimana kesuciannya itu akan bertahan atau tidak tergantung dari orang tua nya sendiri. Ibnu Khaldun mengurai lebih lanjut bahwa bila orang tua tidak mengindahkan pendidikan anaknya, maka alamlah yang akan membentuk anak tersebut.

Lalu bagaimana orang tua dan alam membentuk perilaku tumbuh kembang anak kita?Apa saja faktor-faktor dari orang tua dan alam yang akan mempengaruhi tumbuh kembang seorang anak?Hal inilah yang telah dielaborasi lebih mendalam dan mendetail para pemikir barat tentang tumbuh kembang anak dan dirangkum secara menarik oleh Santrock dalam bukunya; Children. Berikut uraiannya;

Tumbuh kembang anak adalah sesuatu yang kompleks dan memiliki banyak dimensi yang mesti diperhatikan. Munculnya banyak teori tentang perkembangan anak pada dasarnya bukan berarti terjadi silang pendapat dalam studi perkembangan anak, tetapi lebih menunjukan pada kompleksitas perkembangan anak dan spesialisasi dari teori tersebut.

Tidak ada satu teori yang bisa menjelaskan seluruh aspek perkembangan anak. Setiap teori memberikan potongan informasi penting dalam kepingan perkembangan anak. meskipun terkadang teori-teori tersebut bertentangan, kebanyakan informasinya saling melengkapi dan bukan saling menetang

Berikut ini adalah hasil studi yang menekankan pentingnya tumbuh kembang anak usia dini yang mesti menjadi perhatian bersama

Menurut psikoanalisa Sigmund Freud pada dasarnya kepribadian manusia itu terdiri dari tiga struktur, yaitu Id, ego dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang mencakup insting yang merupakan sumber energi fisik seseorang. Id sepenuhnya tidak sadar, tidak berhubungan dengan kenyataan.

Ketika anak mendapatkan tuntutan dan tekanan dari kenyataan, struktur baru dari kepribadian muncul; ego. Ego berhubungan dengan tuntutan kenyataan dan disebut sebagai “eksekutif” dari kepribadian karena ego menggunakan rasio untuk mengambil keputusan. Id dan ego tidak memiliki moralitas dan tidak memperhitungkan apakah sesuatu itu benar atau salah. Superego adalah struktur kepribadian yang berfungsi sebagai cabang moral kehidupan, bagian yang memberikan pertimbangan apakah sesuatu benar atau salah. Superego sering disebut dengan “kesadaran”

Freud berkesimpulan, setelah mendengarkan dan menganalisa pasien-pasien yang datang padanya, bahwa permasalah kehidupan manusia pada dasarnya akibat dari pengalaman pada awal kehidupannya. Masa-masa awal kehidupan seorang manusia menurut Freud sangat memberikan peranan penting dalam kehidupan di masa besarnya.

Hasil temuan Freud menunjukan bahwa ketika seorang anak tumbuh, faktor kesenangan dan dorongan seksual mereka bergeser dari mulut ke anus dan akhirnya ke genital. Bila diurai lebih skematis, maka manusia itu menurut Freud hidup melalui lima taham perkembangan psikoseksual: oral, anal, phalik, laten dan gential. Bagi Freud kepribadian dewasa setiap orang ditentukan oleh cara setiap menyelesaikan pertentangan antara sumber kesenangan dan tuntutan kenyataan pada setiap tahap perkembangan.

Kepribadian dasar orang, tegas Freud, dibentuk selama lima tahun pertama kehidupan kita. Adapun lima tahapan perkembangan psikoseksual anak itu adalah;
Fase Oral
Fase Anal
Fase Phalik
Fase Laten
Fase Genital

Kesenangan Bayi terpusat pada mulut




Kesenangan anak berfokus pada anus
Kesenangan anak terpusat pada alat kelamin
Anak membendung ketertarikan seksual dan mengembangkan ketermpilan sosial dan intelektual
Waktu ketika daya seksual dari kesenangan seksual muncul lagi: seseorang diluar keluarga




Lahir – 1,5 tahun 1,5 – 3 Tahun 3-6 tahun
6 Tahun - Pubertas Setelah puberitas
Tetapi bagi para pakar psikoanalisis kontemporer, pandangan Freud ini terlalu memberikan perhatian berlebih pada faktor dorongan seksual. Psikoanalis pelanjut Freud berpendapat, dibanding pikiran tidak sadar, justu pikiran sadar lah yang memiliki peranan lebih dominan. Diantara koreksi dari para psikoanalisis berikutnya diungkap Erik – Erikson (1902-1994)
Manusia, menurut Menurut Erikson, berkembang dalam tahapan psikososial bukan psikoseksual seperti yang diutarakan Freud. Motivasi utama perilaku manusia adalah sosial dan mencerminkan hasrat berafiliasi dengan orang lain
Dalam teori Erikson, manusia hidup melalui delapan tahapan perkembangan. Pada masing-masing tahap perkembangan memiliki keunikan yang menghadapkan seseorang pada sebuah krisis yang mesti diselesaikan. Krisis ini tidaklah menghancurkan, tetapi merupakan sebuah titik balik yang ditandai dengan peningkatan kerawanan dan peningkatan potensi. Semakin sukses seseorang menyelesaikan krisis tersebut, maka semakin sehatlah perkembangannya
Adapun delapan tahapan perkembangan itu adalah sebagai berikut ;
Integritas Versus Keputusasaan Masa dewasa akhir (60 tahun keatas)
Generativitas Versus Stagnasi Masa dewasa madya (usia 40an dan 50an)
Keintiman Versus Isolasi Masa dewasa awal (usia 20an – 30an)
Identitas Versus Kebingungan Identitas Masa remaja (10-20 tahun)
Tekun Versus Rendah Diri Masa kanak-kanak menengah dan akhir (masa sekolah dasar, 6 tahun hingga pubertas)
Insiatif Versus Rasa Bersalah Masa kanak-kanak awal (masa pra sekolah, 3-5 tahun)
Otonomi Versus Ragu dan Malu Masa bayi (1-3 tahun)
Kepercayaan Versus Ketidakpercayaan Masa bayi (tahun

Kepercayaan versus ketidakpercayaan. Kepercayaan selama masa bayi membentuk dasar pengharapan seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat yang baik dan menyenangkan untuk ditinggali. Otonomi versus ragu dan malu, adalah masa ketika bayi mulai memahami bahwa perlaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan kebebasan atau otonomi mereka. Jika bayi terlalu banyak dilarang atau dihukum terlalu keras, maka mereka cenderung mengembangkan perasaan malu dan ragu.

Tahap selanjutnya dalam masa perkembangan usia dini menurut Erikson adalah tahap inisiatif versus rasa bersalah. Ketika anak prasekolah menghadapi dunia sosial yang lebih luas, mereka menghadapi tantangan-tanganan baru yang menuntut perilaku aktif dan beguna. Anak dituntut untuk bertanggung jawab terhadap tubuh, perilaku, mainan dan binatang peliharaan mereka. perasaan gelisah dapat muncul jika seorang anak tidak bertanggung jawab dan merasa gelisah karenanya.

Tahap keempat, tekun versus rendah diri, adalah tahap perkembangan yang terjadi kira-kira pada masa sekolah dasar. Inisiatif anak menghasilkan pengalaman-pengalaman baru. Ketika mereka memasuki masa kanak-kanak menengah dan akhir, mereka mengarahkan energi mereka untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan intelektual. Tidak ada masa lain yang melebihi antusiasme anak dalam belajar selain dari masa kanak-kanak akhir yang penuh dengan imajinasi. Bahayanya adalah anak dapat mengembangkan rendah diri karena merasa tidak mampu dan tidak produktif

Tahap kelima, Identitas Versus Kebingungan, masa remaja diisi dengan berbagai peran baru dan status sebagai orang dewasa, misalnya pekerjaan dan romantisme. Jika merka menjelajahi peran tersebut dengan cara yang sehat dan mengantarkan mereka pada jalan hidup yang positif, maka mereka akan mendapatkan identitas yang positif. Jika orang tua memaksakan suatu identitas bagi remaja dan remaja menjalankan perannya secara tidak tepat, maka yang terjadi adalah kebingungan identitas.

Keintiman Versus Isolasi, adalah tahap perkembangan yang dialami seseorang pada masa dewasa awal. Pada masa ini seseorang menghadapi tantangan untuk membentuk hubungan yang akrab. Jika seorang dewasa muda membangun pertemanan yang sehat dan hubungan yang akrab dengan orang lain, maka keintiman akan tercapai; jika tidak maka hasilnya adalah isolasi

Generatives versus stagnasi. Generativitas adalah keinginan membantu generasi yang lebih muda untuk mengembangkan dan menjalankan kehidupan yang berguna. Perasaan tidak melakukan apa-apa untuk membantu generasi muda disebut stagnasi

Integritas versus keputusasaan. Pada tahap ini seseorang bercermin pada masa lalunya. Seseorang mungkin telah mengembangkan pandangan positif tentang sebagian besar atau seluruh tahap perkembangan sebelumnya melalui berbagai cara. Jika demikian, pandangan seseorang tentang kehidupannya akan menyatakan bahwa kehidupannya tidak sia-sia dan seseorang akan merasakan kepuasan dan integritas akan dicapai. Jika seseorang menyesaikan tahap-tahap sebelumnya secara negatif, maka pandangan seseorang tentang kehidupannya akan menyatakan keraguan dan kesedihan yang digambarkan Erikson sebagai keputusasaan.

Korekasi terhadap perspektif psikonalisa juga datang dari perspektif kognisi dalam melihat manusia. Bila psikoanalisa mengandaikan pikiran tidak sadar sebagai variable penting dalam proses tumbuh kembang anak, maka hal tersebut bertentangan dengan teori kognitif yang menekankan pentingnya pikiran-pikiran sadar sebagai variable penting penentu tumbuh kembang setiap orang.

Menurut Jean Piaget (Piaget’s Theory) anak-anak pada dasarnya sangat aktif membangun pengertian mereka terhadap dunia dan itu sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognitif mereka dan berimplikasi pada kehidupannya di masa yang akan datang.

Merujuk pada Piaget, Santrock menyatakan ; “Untuk merasakan dunia kita, kita mengorganisasi pengalaman-pengalaman kita. Sebagai contoh, kita memisahkan ide-ide penting dari ide-ide yang kurang penting dan menghubungkan satu ide dengan ide yang lain. Sebagai tambahan untuk mengorganisasi pengamatan dan pengalaman, kita beradaptasi, menyesuaikan terhadap kebutuhan lingkungan baru. (Santrock, 2011; 32)

Bila Erik Erikson menunjukan delapan tahapan perkembangan manusia, maka Jean Piaget memperkenalkan empat tahapan perkembangan kognitif anak dalam memahami dunia. Keempat tahapan yang dimaksud Piaget itu adalah sebagai berikut ;
Tahap Sensorik-Motorik Tahap Praoperasional Tahap Operasional Konkret Tahap Operasional Formal

Bayi membentuk pengertian mengenai dunia dengan mengoordinasikan pengalaman sensorisnya dengan aktivitas fisik. Kemajuan bayi dan insting refleksi sejak lahir menuju awal pemikiran simbolis di akhir tahap Anak mulai melihat dunia dengan gambar dan kata-kata. Gambar-gambar dan kata-kata ini merefleksikan pemikirand an melampui hubungan sensoris informasi dan tindakan fisik Saat ini, anak mampu berpikir logis menganai kejadian nyata dan mengklasifikasi objek ke dalam kelompok berbeda Remaja berpikir dengan cara yang abstrak, ideal dan logis
Lahir Hingga 2 Tahun Usia 2 – 7 Tahun Usia 7-11 Tahun Usia 11 Tahun – Dewasa

Pada tahap sensoris-motoris bayi membangun pengertiannya terhadap dunia dengan mengoordinasikan pengalaman sensoris, seperti melihat dan mendengar, dengan tindakan fisik. Pada tahap praoperasional anak-anak mulai melampui dengan mudah untuk menghubungkan informasi sensoris dengan tindakan fisik dan menunjukan dunia melalui kata-kata, imajinasi dan gambaran.

Pada tahap operasional konkret anak-anak dapat melakukan operasi yang melibatkan objek dan mereka dapat beralasan secara logis selama alasannya dapat diterapkan pada contoh yang spesifik dan nyata. Tahap operasional formal tahap ketika individu bergerak melampui pengalaman nyata dan berpikir dalam kondisi yang lebih abstrak dan logis. Sebagai bagian dari berpikir lebih abstrak, remaja mengembangkan gambaran keadaan yang ideal. Mereka mungkin berpikir seperti apakah orangtua yang ideal dan membandingkan orang tua merka dengan standar ideal ini. Mereka mulai mempertimbangkan kemungkinan masa depan merka dan terpesan dengan apa yang akan mereka dapatkan. Dalam memecahkan masalah mereka akan lebih sistematis, membangun hipotesis tentang mengapa sesuatu dapat terjadi seperti itu, dan kemudian menguji hipotesis tersebut.

Senada dengan Piaget, adalah Lev Vygotsky (1896-1934) yang melihat bahwa anak-anak secara aktif membangun pengetahuan mereka. Tetapi berbeda dengan Piaget, Vygotsky menyatakan bahwa interaksi sosial dan budaya memerankan peran lebih penting dalam perkembangan kognitif anak ketimbang usaha anak sendiri dalam membangun dunianya.

Menurut Vygotsky theory perkembangan anak adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan sosial budaya. Hasil penelitian Vygotsky menunjukan bahwa pengembangan memory, perhatian dan penalaran melibatkan pembelajaran untuk menggunakan penemuan masyarakat seperti bahasa, sistem, matematika dan strategi memori.

Interaksi sosal anak dengan orang dewasa yang lebih terampil dan rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk perkembangan kognitif mereka. Melalui interaksi ini, mereka belajar untuk menggunakan alat-alat yang akan membantu mereka beradaptasi dan menjadi sukses dalam budaya mereka. Sehingga jika kita dengan teratur membantu anak belajar membaca, maka kita tidak hanya meningkatkan keterampilan membaca seorang anak, tetapi juga mengkomunikasikan terhadap anak bahwa membaca merupakan aktivitas yang penting dalam budayanya.

Pandangan lain yang mengurai tumbuh kembang anak adalah dari teori pengkondisian klasik Pavlov dan pengondisian operan Skinner. Pada awal tahun 90a-an ahli fisiologi Rusian, Ivan Pavlov (1927) melihat kebiasaan anjing yang suka mengeluarkan air liur ketika mencicipi makanan. Penasaran dengan kondisi ini, Pavlov mengujicoba kebiasaan anjing tersebut dengan berbagai simulasi. Sambil menyodorkan makanan buat anjing, Pavlov juga menunjukan gambar atau suara lonceng sebelum anjing melahap makanannya. Hasilnya ternyata, anjing sekarang tidak hanya meneteskan air liur ketika mau makan, tetapi juga ketika mendengar sebuah lonceng atau diperlihatkan sebuah gambar

Dengan percobaan ini Pavlov menemukan prinsip pengondisan klasik, ketika stimulus netral (bunyi lonceng) memperoleh kemampuan untuk menghasilkan respon yang asalnya diproduksi oleh stimulus lain (makanan)

Awal abad 20 John Watson menunjukan bahwa pengondisian klasik Pavlov juga terjadi pada manusia. Ia menunjukan kepada seorang bayi bernama Albert seekor tikus putih untuk melihat apakah ia takut pada tikus tersebut. Ternyata tidak. Saat Albert bermain dengan tikus, sebuah suara keras dibunyikan dibelakang kepalanya. Seperti yang diperkirakan, suara tersebut menyebabkan Albert menangis. Setelah beberapa kali uji coba memasangkan suara keras dengan tikus putih, Albert mulai menangis saat melihat tkus bahkan ketika suara tersebut tidak terdengar.

Albert telah merasakan pengondisian klasik untuk takut terhadap tikus. Demikian juga banyaknya ketakutan yang kita dapatkan dari pengondisian klasik, yaitu takut terhadap dokter gigi mungkin muncul dari pengalaman yang menyakitkan, takut mengemudi karena pernah mengalami kecelakaan lalu lintas, takut ketinggian karena pernah jatuh dari kurisi ketika masih bayi dan takut anjing karena pernah digigit.

Pandangan ini kemudian diperkaya oleh ujicoba yang dilakukan B.F. Skinner (1938) yang melihat bahwa pengondisian klasik pada dasarnya tidak hanya menjelaskan bagaimana kita mengembangkan respon tanpa sengaja seperti ketakutan, tetapi juga menjelaskan bahwa pengkondisan juga menjelaskan perkembangan jenis perilaku lainnya. Melalui pengondisan operan, yang menjelaskan tentang konsekuensi dari sebuah perilaku pada akhirnya menghasilkan perubahan dalam probabilitas terjadinya perilaku tersebut. Sebuah perilaku yang diikuti dengan stimulus penghargaan cenderung terjadi lagi, sedangkan perilaku yang diikuti oleh stimulus hukuman jarang mungkin terjadi lagi.

Menurut Skinner, penghargaan dan hukuman membentuk perkembangan setiap orang. Orang pemalu, belajar untuk malu sebagai akibat dari pengalaman mereka saat tumbuh dewasa. Oleh karena itu Skinner menekankan bahwa modifikasi dalam lingkungan dapat membantu orang orang yang pemalu menjadi berorientasi lebih sosial. Bagi Skinner aspek kunci dari perkembangan adalah perilaku, bukan pikiran dan perasaan. Skinner menekankan bahwa perkembangan terdiri dari pola perubahan perilaku atas penghargaan dan hukuman

Perspektif lain tentang perkembangan anak diurai Albert Bandura yang memperkenalkan social cognitif theory. Bersinergi dengan pandangan behavioristik, yang melihat bahwa perkembangan sebagai sesuatu yang bisa dipelajari dan sangat dipengaruhi oleh interaksi lingkungan, Albert Bandura mengemukakan bahwa setiap anak memperoleh berbagai perilaku, pikiran, dan perasaan yang luas dengan mengamati perilaku orang lain dan pengamatan membentuk bagian penting dari perkembangan anak-anak.

Bandura menjelaskan bahwa manusia secara kognitif mewakili perilaku orang lain dan sesekali mengadopsi perilaku tersebut. Jadi misalnya jika seorang anak melihatnya ayahnya berteriak marah dan memperlakukan orang lain dengan sikap penuh permusuhan, maka dengan teman-temannya, anak muda tersebut bertindak agresif, menunjukan karakteristik perilaku yang sama dengan ayahnya.

Model pembelajaran dan perkembangan terbaru Bandura menyebutkan tentang adanya tiga elemen: perilaku, individu/kognisi, dan lingkungan. Perilaku dapat mempengaruhi individu dan sebaliknya. Kegiatan-kegiatan kognitif dapat mempengaruhi lingkungan, lingkungan dapat merubah kognisi individu tersebut dan seterusnya.

Teori tumbuh kembangkan selanjutnya sebetulnya dikutip dari seorang pakar zoologi, bukan psikolog sebagaimana sebelumnya. Adalah zoologi eropa Konrad Loren (1903-1989) yang melakukan eskperimen luar biasa untuk mengamati perilaku angsa abu-abu yang akan mengikuti ibu mereka segera setelah mereka menetas.

Dalam eksperimennya Lorenz memisahkan telur yang dierami oleh satu angsa menjadi dua kelompok. Satu kelompok ia kembalikan kepada induknya untuk ditetaskan sedangkan kelompok lain dia letakan di inkubator untuk ditetaskan. Angsa dari telor kelompok pertama segera setelah mereka menetas mengikut sang induk kemanapun dia pergi. Adapun angsa kedua, yang melihat Lorenz ketika pertama mereka menetas, mengikuti Lorenz kemanapun pergi seolah dia adalah induk mereka.

Lorenz kemudian bereksperimen lebih lanjut dengan menandai angsa-angsa tersebut dan meletakannya dalam sebuah kotak. Lalu Lorenz berdiri berdampingan dengan induk angsa. Ketika kotak diangkat, setiak kelompok angsa langsung menuju “induknya” masing-masing.

Proses ini disebut imprinting, yaitu proses belajar cepat, naluriah dalam priode kritis di waktu yang terbatas yang melibatkan ketertarikan terhadap benda bergerak pertama yang terlihat.

Teori etologi, begitu teori ini diberi nama, menyatakan bahwa perkembangan normal mengharuskan munculnya perilaku tertentu selama priode kritis, satu periode tetap di awal masa perkembangan. Pada awalnya teori etologi ini tidak terlalu mendapatkan perhatian dan keterkaitan dengan hubungan manusia. Sampai kemudian John Bowlby (1968, 1989) menekankan pentingnya penerapan teori etologi tersebut terhadap manusia.

Bowbly berpendapat bahwa kelekatan pada pengasuh di tahun pertama kehidupan mempunyai konsekuensi penting pada keseluruhan masa hidup. Jika kelekatan tersebut positif dan aman, individu kemungkinan akan berkembang secara positif di masa kanak-kanak dan dewasa. Tetapi jika kelekatan tersebut negatif dan tidak aman, perkembangan sepanjang rentang kehidupan cenderung tidak optimal. “Jadi, dalam pandangan ini, tahun pertama kehidupan adalah masa sensitif bagi perkembangan sosial” (Santrock, 2011; 41)

Bila teori etologi menekankan pentingya faktor biologis, teori ekolog menekankan faktor lingkungan. Teori ekologi yang memiliki implikasi penting dalam memahami perkembangan anak diungkap Urie Brondfenbrenner (1917-2005). Menurut Brondfenbrenner’s ecological theory perkembangan merefleksikan pengaruh beberapa sistem lingkungan.

Bronfenbrenner merumuskan adanya lima sistem lingkungan yang berpengaruh besar terhadap tumbuh kembang anak. Adapun kelima tahap itu adalah sebagai berikut;

Mikrosistem, lingkungan tempat individu tinggal. Lingkungan ini termasuk keluarga, teman sebaya, sekolah, lingkungan dan pekerjaan. Di dalam mikro sistem inilah interaksi langsung dengan agen-agen sosial paling sering terjadi seperti orang tua, teman sebaya dan guru

Meso sistem, hubungan antar mikrosistem atau hubungan antar koneksi. Contohnya adalah hubungan pengalaman di keluarga hingga pengalaman di sekolah, pengalaman di sekolah hingga pengalaman di gereja, dan pengelaman di keluarga hingga pengalaman dengan teman sebaya. Contohnya adalah anak yang orang tuanya telah menolak mereka mungkin mengalami kesulitan mengembangkan hubungan positif dengan guru

Ekosistem, yaitu hubungan antara situasi sosial ketika individu tidak memiliki peran aktif dan konteks langsung. Contohnya adalah pengalaman seorang suami atau anak di rumah mungkin dipengaruhi oleh pengalaman seorang ibu di tempat kerjanya. Sang ibu mungkin menerima promosi yang mengharusnya bepergian yang mungkin akan meningkatkan konflik dengan suami dan mengubah pola interaksi dengan anak

Makrosistem, yaitu budaya tempat individu hidup. Budaya merujuk pada pola-pola perilaku, kepercayaan dan semua produk lainnya dari sekelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Kronosistem, yaitu pemolaan peristiwa dan transisi lingkungan sepnjang rentang kehidupan serta kondis sosio-historis. Seperti pada kasus perceraian yang menurut para peneliti memberikan efek negatif terhadap anak-anak. Efek ini memuncak pada tahun pertama setelah perceraian. Setelah dua tahun perceraian, interaksi keluarga berkurang jauh lebih teratur dan

Demikian perkembangan teori-teori tentang tumbuh kembang anak khususnya dan teori tumbuh kembang manusia umumnya.

Semoga bermanfaat.

Sumber

Santrock, J.W. 2011. Masa Perkembangan anak. Salemba Humanika; Jakarta
READ MORE - Teori Tumbuh Kembang Anak: Dari Nabi Muhammad Sampai Urie Brondfenbrenner

Saturday, 16 July 2011

Jodoh dan Nikah; Memori Jalan Pungkur

Beberapa waktu lalu seorang teman bertanya di facebooknya tentang makna jodoh, cara menemukan jodoh dan kaitan jodoh dengan pernikahan. Membaca pertanyaan ini saya jadi ingat beberapa waktu lampau saat masih mahasiswa. Awalnya tema ini saya bicarakan dengan teman di kampus. Kemudian saya ulang kembali dalam sebuah obrolan ringan di sebuah sudut ruangan sempit di Jalan Pungkur Kebon Kelapa Bandung ketika seorang “mujahid eceng” bertanya hal serupa

Karena ini hanya bincang-bincang santai, maka saya dan teman-teman juga tidak terlalu serius untuk bisa menunjukan pendapat dibawah ini milik siapa, tercantum di buku apa dan halaman berapa. Anggap saja ini hanya pemikiran spekulatif berdasar informasi yang sepotong-sepotong. Pemikiran masa muda yang coba saya ceritakan kembali.

Jadi menurut kami jodoh atau nikah itu ditentukannya seperti berikut;

Teori paling sederhana dari pendapat kami adalah bahwa ciri orang berjodoh itu adalah orang yang bisa menimbulkan rasa aman pada diri kita. Karena kita akan menjalani hidup yang panjang maka kita membutuhkan mitra yang bisa meyakinkan kita untuk bisa bersama menjalani lika-liku kehidupan. Orang yang mendatangkan rasa aman adalah orang yang bisa meyakinkan dan menguatkan kita dalam menghadapi perjalanan hidup yang panjang ini. Rasa aman juga adalah sebuah aura yang dipancarkan seseorang sebagai buah dari kebiasaan dan sikapnya selama ini.

Ledekan teman-teman ketika mendengar pendapat ini, mereka menyebut kalau begitu yang paling banyak jodohnya adalah polisi, satpam, tentara dan lain sebagainya karena mereka adalah orang-orang yang memiliki modal untuk bisa mendatangkan rasa aman kepada banyak orang .

Teori yang kedua disebut dengan teori tulang bengkok. Adalah karena perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan mesti diluruskan, maka ciri seseorang yang layak disebut jodoh itu adalah ketika dia mempunyai sifat, kemampuan dan kemauan untuk bisa meluruskan tulang rusuk yang bengkok. Sebagaimana diketahui, meluruskan tulang rusuk bukanlah sesuatu yang mudah. Tidak boleh terlalu keras dan juga tidak boleh terlalu lemah.

Sedangkan teori yang ketiga teman-temannya menyebutnya dengan teori kesuciaan atau teori “bersih-bersih”. Asumsi dasarnya dibangun atas dasar mula penciptaan manusia. Konon manusia itu sudah diciptakan berpasang-pasangan oleh Yang Maha Pencipta. Ketika kita masih di surga, di alam suci, manusia yang sudah diciptakan berpasang-pasangan pun menjalani kehidupan surga dengan penuh suka ria. Sampai pada satu ketika Allah memanggil dan mengatakan kepada keduanya kalau sekarang waktunya bagi kedua pasangan tersebut untuk turun menjalani kehidupan di bumi.

Kitapun pada waktu itu sangat bersedih sebagaimana sedihnya Adam dan Hawa yang harus meninggalkan surga yang suci dan menyenangkan. Tetapi sebelum kita turun ke bumi, kita yang sudah berpasang-pasangan itu berjanji akan berusaha bersama kembali sebagaimana yang terjadi di surga. Bila mereka diturunkan Allah di tempat yang berbeda,maka kita akan berusaha saling mencari supaya dapat memenuhi janji untuk bisa hidup bersama.

Tetapi ketika manusia diturunkan ke bumi, janji suci untuk hidup bersama di permukaan bumi ini pun terlupakan. Sebabnya adalah karena manusia sudah tidak bisa lagi mempertahankan kesucian yang mereka peroleh ketika berada di surga. Manusia melakukan banya kekhilafan, berdosa dan lupa beristighfar. Khilaf dan dosa inilah yang kemudian menjadi penghalang manusia untuk mencari, menemukan dan mengetahui pasangan sucinya ketika di surga dahulu. Bila diqiaskan dengan kaca, dosa dan kekhilafan inilah yang menempel di cermin sehingga cermin tidak lagi bisa memancarkan dan memperlihatkan gambar yang sempurna akan pasangan hidup mereka yang sesungguhnya

Cara paling efektif supaya kita bisa menemukan kembali siapa yang menjadi jodoh kita tentunya adalah menghilangkan semua dosa dan khilaf yang kita lakukan. Kita harus membersihkan cermin itu dari segala debu yang menempel sehingga cermin bisa kembali bersih dan memantulkan gambar secara sempurna. Supaya kita kembali bersih dan cermin menjadi jernih, maka perkuatlah ibadah kita dan rajinlah berbuat kebaikan. Kedua hal inilah yang akan mengantarkan kita kembali suci dan akan kembali bertemu dengan pasangan kita sesungguhnya yang sudah berjanji hidup bersama di bumi ini.

Hal terakhir, yang menurut saya sangat menarik, ketika membahas masalah jodoh dan nikah dalam perspektif kesempurnaan sifat Tuhan. Menurut para sufi dan filosof, Tuhan itu memiliki 2 (dua) sifat yang sangat sempurna yaitu sifat agung (Jalaliyah) dan sifat indah (Jamaliyah). Jamaliyah adalah dimensi kelembutan atau kasih sayang Allah. Hal ini misalnya termanifestasi dalam asmaul husna, seperti, kata al-wadud yang artinya “penuh cinta kasih”, al-Wahab senang memberikan anugerah; al-Tawwab (senang menyambut orang-orang yang kembali kepada-Nya). Sachiko Murata dalam The Tao of Islam menerjemahkan kata Jamaliyah Tuhan dengan His Beauty. Dalam dimensi Jamaliyah-Nya, Allah tampak sangat dekat (aqrab) dengan manusia. Perasaan yang timbul dalam benak manusia ketika menyebut sisi Jamaliyah Allah adalah perasaan mahabbah (cinta) yang menurut al-Ghazali merupakan puncak keberagamaan

Adapun dimensi Jalaliyah Allah mewakili sifat Ketegasan dan Keperkasaan-Nya. Allah, seperti Maha Besar, Maha Pembalas orang-orang kafir, Penyiksa bagi yang berdosa. Efek psikologis yang muncul dalam hati manusia adalah perasaan takut (khauf)

Menurut Ibn Arabi, sernua makhluk itu hanya membawa satu saja dari dua sifat Allah swt. Halilintar, misalnya, hanya membawa dalam dirinya sifat Jalaliyah Tuhan saja. Hujan hanya membawa sifat Jamaliyah saja. Tapi pada diri manusia ada potensi untuk menggabungkan kedua dimensi itu. Karena manusia bukan saja khalifah tapi ia juga seorang abdi.

Kedua sifat Tuhan ini kemudian di deliver kepada setiap manusia. Kepada laki-laki Tuhan menganugrahkan sifat Jalaliyah NYA, sedangkan kepada perempuan Tuhan menganugrahkan sifat Jamaliyah NYA. Kedua sifat itu tidak lah sempurna bila berada pada diri yang berbeda. Maka manusia (laki-laki dan perempuan) haruslah bersatu untuk menyatukan kedua sifat diatas. Oleh karena itu pernikahan adalah usaha manusia untuk menyatukan kedua sifat Tuhan dalam sebuah kehidupan bersama.

Kenapa kedua sifat Tuhan itu perlu disatukan?Karena kesempurnaan hidup tidak akan pernah terjadi selama dua sifat Tuhan itu berdiri sendiri-sendiri. Hidup adalah usaha untuk menyerupai sifat-sifat Tuhan sebagai modal bagi kita ketika nanti menghadap NYA.

Oleh karena itu maka yang dinamakan jodoh itu adalah orang-orang yang berhasil untuk mempertemukan dimensi Jamaliyah dan Jalaliyah Tuhan dalam kehidupannya dimana diantara wujudnya adalah dalam bentuk sebuah keluarga. Keluarga yang berjodoh adalah keluarga yang selalu berusaha untuk terus menerus memproduksi kebaikan dan kesempurnaan untuk bisa bertemu dan mendekati sifat-sifat ketuhanan sehingga dia mempunya modal untuk bertemu Tuhan nya kelak.

Oleh karena itu, bisa dikatakan bila perkawinan itu belum menjadi indikator jodoh, selama perkawinan itu tidak membuat orang memproduksi kebaikan. Bukankah dalam banyak hal bisa kita lihat bagaimana perkawinan justru menjadi pemicu terhempas nya sifat-sifat dan perilaku Tuhan dalam kehidupan kita?
Waallhu’alam bi shawab

Sukabumi, 16 Juli 2011
READ MORE - Jodoh dan Nikah; Memori Jalan Pungkur

Thursday, 14 July 2011

Karena Prita….

Bila Prita seorang aktivis yang sangat herois seperti yang sering kita lihat di TV-TV, saya curiga kalau dia akan berkata dengan suara tinggi dan penuh semangat; “Ini kedzoliman negara terhadap saya. Ini pelanggaran Hak Asasi Manusia. Saya akan melawan kedzaliman ini sampai titik darah penghabisan. Saya tidak akan pernah berhenti melawan sebelum kedzaliman terhadap saya dan orang-orang seperti saya dihentika. Saya akan terus melawan sampai negara menghentikan kedzalimannya” Sambil kita tidak tahu bagaimana sikap dia terhadap anak-anak dan keluarganya.

Kalau Prita seorang opportunis yang rindu dan membutuhkan publisitas, mungkin dia tidak hanya akan ikut berpanas-panas demonstrasi di depan kantor Kejaksaan Agung, Kepolisian atau kantor Menkumham, tapi mungkin dia akan menulis dan menjual profil serta kisah kemalangan dirinya kepada produser film sehingga bisa layak dibuat menjadi sinetron.

Bila Prita seorang anak pejabat tinggi atau pejabat tinggi negara, pastinya kemalangan ini tidak akan pernah dia alami.

Tetapi Prita adalah rakyat biasa kebanyakan seperti kita. Orang yang hanya ingin hidup lurus, tenang, apa adanya, dan mencintai keluarganya sepenuh hati. Sehingga ketika penguasa dan pengusaha berkonspirasi mengganggu kehidupannya dia hanya bersuara sebisanya, berbicara kepada media seperlunya, mengandalkan kekuatan dirinya dan lingkungannya, sambil tidak lupa meminta pada Tuhan, untuk melawan serta tidak pernah melupakan hak anak-anak dan keluarganya.

Inilah yang menjadikan kekuatan pembelaan yang dilakukan menjadi berlipat-lipat melebihi kekuatan besar yang dimiliki penguasa dan pengusaha yang menganiayanya. Sikap inilah yang mampu mendorong dan menggerakan orang untuk bersimpati melalui pengumpulan koin uang dalam jumlah yang sangat fantastis

Jakarta, 13 Juli 2011
READ MORE - Karena Prita….

Tuesday, 12 July 2011

Mungkin Hakim Agung Lagi Ngantuk

"Siapa bilang yg menang.. Demokrasi? yg menang adalah duit". Begitu kata Nazarudin pada Majalah Tempo kemarin (11-17/7/11)`menjelaskan proses kemenangan Anas Urbaningrum yang sesungguhnya di Kongres Demokrat. Nazarudin mengeluarkan uang mencapai $ 20 juta untuk membayar peserta kongres supaya mereka memilih Anas.

Tetapi kalau kita ingat dan review masa-masa kemenangan Anas itu, para pengamat politik, media, dan aktivis politik banyak yang mengkaitkan kemenangan Anas dengan tema-tema yang gagah, keren dan melangit seperti tentang bangkitnya kaum muda, hancurnya politik pencitraan, gagalnya patron client, kemenangan demokrasi dan istilah-istilah bombastis lainnya yang hanya difahami segelintir masyarakat Indonesia.

Tetapi seperti yang dikatakan Nazaruddin faktanya bukanlah itu. Semuanya berkaitan dengan duit, uang, money, dan fulus. Setiap DPC diberi $ 10-40 ribu dan bersedia dipecat jika dianggap tidak memenuhi instruksi ketua Dewan Pembina karena sudah dapat duit banyak. Jadi tidak ada hubungan dengan kebangkitan kaum muda, kemenangan demokrasi, dan istilah yang mirip-mirip dengan itu. Semuanya berkaitan dengan lembaran uang saja, tidak lebih.

Waktu membaca tulisan Tempo ini saya jadi ingat masa ramainya pemilu presiden. Waktu itu di tv ada siaran langsung debat capres yang disertai polling sms masyarakat. Di depan saya siaran TV menghadirkan seorang profesor politik yang menganalisa fenomena partisipasi dalam polling sms, beserta kemenangan salah satu kandidat, dalam berbagai sudut pandang teori politik, komunikasi dan disiplin ilmu sosial lainnya. Bahasa dan istilah para pakar pun cukup berat; ada yang bilang tentang demokrasi, mekarnya partisipasi publik, demokratisasi komunikasi, kejayaan media dan lain sebagainya.

Sementara pada saat bersamaan di ruangan sebelah tempat saya nonton tv, teman-teman sudah membeli puluhan, bahkan ratusan, no perdana kartu GSM untuk mengikuti polling sms tadi. Selain itu saya juga tahu bila di sebuah rumah besar beberapa blok dari tempat saya sedang menonton, ada tim sukses dengan mesin IT yang lebih canggih dan sangat mahal “membom” polling sms itu sehingga kandidatnya unggul dalam polling sms itu. Di kemudian hari, seorang teman dari kandidat yang berbeda dan expert bidang IT bercerita bila dia ikut otak-atik polling sms ini. Angka polling jagoannya pun naik tapi tidak sampai menang karena tidak didukung dana besar.

Orang-orang pinter di TV itu sepertinya memang suka membicarakan hal-hal yang abstrak, bombastis, gagah tetapi tidak terkait dengan kondisi yang terjadi sesungguhnya. Sementara pada sisi lain kita pun sepertinya sangat menikmati bahasa-bahasa dan tema-tema besar itu. Seolah kita sudah menjadi makhluk berbeda bila mendengar dan mengerti tema-tema bombastis itu.

Jadi sesungguhnya kehidupan kita itu bukan diatur oleh tema-tema besar seperti diungkap para pengamat di TV, tetapi hidup kita ditentukan oleh hal-hal yang sangat kecil dan tidak pernah kita sangka-sangka. Bila masih tidak percaya dengan kesimpulan berdasar dua kejadian diatas, maka mari saya ingatkan kembali kejadian yang belum lama lewat.

Beberapa waktu lalu media ramai memberitakan perseteruan Yusril dengan Menkumham dan Jaksa Agung. Tidak tanggung-tanggung Yusril menyebut kedua pejabat negara itu “goblok” karena mencekal orang berdasar undang-undang yang sudah tidak berlaku. Menyadari telah melakukan kesalahan fatal, surat cekal buat Yusril pun ditarik kembali. Usut punya usut, ternyata surat cekal Yusril itu dibuatnya dengan copy paste saja. Bayangkan bagaimana status dan nasib hidup kita ternyata diatur oleh surat yang di copy paste?Karena surat ini copy paste, pasti sudah ada kejadian yang menimpa pada orang sebelumnya

Lalu sekarang kita kembali diramaikan dengan keputusan Mahkamah Agung yang menetapkan bahwa Prita Mulyasari terbukti bersalah melakukan pencemaran nama baik terhadap RS Omni Internasional. Lalu para komentar pun banyak bermunculan mengaitkan hal ini dengan tema-tema besar seperti kebebasan berekspresi, hak asasi manusia, UU perlindungan konsumen, UU ITE, keadilan hukum, dan lain sebagainya. Dan seperti yang sudah-sudah, saya jadi ragu kalau masalahnya adalah tema-tema diatas tadi. Saya haqqul yakin kalau tema-tema besar dan keren seperti itu sudah hinggap lama di kepala para hakim agung. Bukankah gelar mereka saja Doktor-doktor bidang hukum?

Mungkin ada baiknya kita coba-coba hubungkan keputusan hakim ini dengan jajaran hakim agung kita yang mungkin keluarganya tidak harmonis sehingga tidak merasakan bagaimana posisi anak dalam sebuah keluarga. Atau mungkin reaksi-reaksi kimia di otak para hakim agung sudah tidak berjalan menurut standar keumuman sehingga tidak bisa melihat perkara dengan akal sehat atau standar keumuman. Atau mungkin Hakim Agung kita sedang kecapaian karena menumpuknya banyak berkas perkara di mejanya sehingga fisiknya terkuras habis dan matanya ngantuk waktu memutus perkara Prita.

Bukan tanpa alasan bila saya mengatakan ini. Coba kita ingat beberapa waktu lalu di akhir tahun 2008 ketika Harifin Tumpa, Ketua Mahkamah Agung, jatuh terduduk ketika membacakan sumpah jabatan para hakim agung baru. Haripin Tumpa terpaksa melanjutkan pelantikan dalam posisi duduk. Selidik punya selidik ternyata Haripin Tumpa jatuh karena kecapaian. Padahal tumpukan berkas perkara sudah menanti untuk diselesaikan Haripin Tumpa. Perkara yang tidak bisa diselesaikan hanya berdasar dengan pengetahuan, tapi juga stamina yang fit

Jakarta, 12 Juli 2011
READ MORE - Mungkin Hakim Agung Lagi Ngantuk

Monday, 11 July 2011

Tuhan Bekerja Secara Misterius

Malam tadi dengan teman-teman menghadiri undangan peringatan 1 tahun meninggalnya Ibu nya Hatta Radjasa. Karena hanya mendapat undangan via sms shohibul bait saja, maka kita tidak tahu detail acaranya sehingga tidak mengikuti acara dari awal. Yang terikuti hanya prakata shohibul bait dan ramah tamah.

Pengalaman shobil bait yang diuraikan dalam prakata itulah yang cukup menggugah dan menarik perhatian saya. Uraian singkat tentang pengalaman shohibul bait dengan almarhumah Ibunya yang sangat berkesan dan mendalam. Menurut Hatta, diantara kejadian dalam hidupnya yang tidak pernah dilupakan adalah masa-masa ketika dia menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas akhir kuliah di ITB dan masa ketika ibu nya meninggal

Tugas akhir Hatta sebagai mahasiswa perminyakan ITB sangatlah berat. Memantau pergerakan air dan minyak per tiap 10 jam memaksanya untuk mendekam selama 24 jam di laboratorium. Bukan pekerjaan yang mudah. Buktinya; 3 (tiga) bulan memicingkan mata di Lab, ternyata tidak menghasilkan apa-apa alias gagal total. Tetapi kesulitan teratasi ketika suatu waktu Ibunya secara mengejutkan datang ke laboratorium menemani Hatta menyelesaikan tugas akhir. Believe it or not, tugas akhir yang gagal diselesaikan selama 3 (tiga) bulan itu, dengan dampingan Ibu nya bisa dia selesaikan dalam jangka waktu 2 dua) hari saja.

Kata Hatta, Ibunya datang karena mendapat firasat bila dia sedang berada dalam kesulitan. Lalu datang ke laboratorium menemaninya melakukan penelitian sambil shalat dan membaca Quran di Laboratorium. Menurut Hatta, mungkin itu kali pertama di ITB seorang Ibu datang ke Laboratorium menemani anaknya menyelesaikan tugas akhir.

Cerita kedua adalah detik-detik Ibunya meninggal. Ketika Ibu nya meninggal Hatta sedang berada di Nigeria mewakili Presiden untuk sebuah pertemuan internasional bidang ekonomi. Dalam pertemuan itulah dia diberitahu kondisi terakhir Ibu nya di Rumah Sakit yang sudah koma. Di sela-sela pertemuan itu, Hatta selalu berkomunikasi dengan Ibunya yang sedang koma. Ketika sang Ibu akhirnya menghembuskan nafas terakhir, Hatta berusaha untuk mendapatkan penerbangan paling dulu untuk kembali secepatnya ke Jakarta.

Usaha yang cukup berat. Karena tidak ada penerbangan langsung dari Nigeria ke Indonesia. Penerbangan mesti ke Middle East terlebih dahulu baru dilanjutkan ke Jakarta. Itupun tidak tiap hari ada jadwal penerbangan. Tetapi meskipun berat, usaha untuk itu tetap dilakukan terlebih sebagai pejabat negara Hatta tentunya punya power untuk melakukan itu. Tetapi mengingat jauhnya jarak dan route penerbangan Nigeria ke Jakarta serta mendadaknya permintaan Hatta, para staff nya baik yang di Jakarta maupun yang bersamanya di Nigeria tidak bisa mendapatkan tiket penerbangan yang dicari.

Karena tidak tersedianya jadwal penerbangan yang dimaksud, dengan sedih dan berat hati akhirnya Hatta menyuruh pada keluarga di rumah supaya memakamkan Ibu nya secepatnya tanpa harus menunggu kehadiran beliau. Lalu setelah itu Hatta shalat ghaib dan mengatakan (berdoa) kepada Allah kalau keinginan dia saat ini adalah; ingin mencium dan mengantarkan jenazah almarhumah Ibu nya ke pemakaman.

Selesai mengerjakan shalat, wakil perdana mentri Malaysia menghampiri Hatta untuk pamitan pulang terlebih dahulu ke Kualalumpur. Aneh karena pejabat negeri tetangga bisa mendapatkan jadwal penerbangan hari itu, Hatta pun bertanya tentang maskapai penerbangan yang akan dinaiki. Pejabat negeri tetangga pun menjelaskan bila dia membawa jet pribadi jadi bisa mengatur jadwal sendiri. Mendengar kesempatan itu Hatta pun langsung meminta untuk bisa ikut penerbangan dan diperbolehkan oleh pemilik jet pribadi tersebut. Begitu transit di Middle East, Hatta mencari pesawat secepatnya ke Indonesia dan akhirnya sampai Indonesia sesuai waktu dan bisa mencium dan mengantar jenazah almarhumah ke peristirahatan terakhir.

Pengalaman ini tidak hanya mengajarkan kita tentang relasi anak dan orang tua yang sangat divine, mistis, sacred dan resiprokal, juga mengajarkan kepada kita akan makna sebuah keinginan. Kata Rumi dengan ungkapannya yang sangat sufistik dan metafisis, Tuhan itu bekerja dengan misterius. Sementara itu menurut Coelho dalam Alchemist ; “Alam semesta berkonspirasi membantu mereka yang memiliki niat kuant untuk memperoleh apapun yang mereka inginkan”

Jakarta, 10 Juli 2011
READ MORE - Tuhan Bekerja Secara Misterius

Sunday, 10 July 2011

Cinta Laura Beli Kucing


Kalau kita melihat tokoh film komedi seperti “Boneng” kita tidak berpikir kalau giginya dibuat tonggos untuk keperluan film, tetapi boneng memang seperti itu adanya. Begitu juga kalau kita melihat aktor sejenis seperti Dono, Omaswati dll. Jualan fisik mereka bukanlah fantasi atau ilusi. Fisik mereka memang darisananya seperti itu. “Keunikan” fisik mereka yang faktual itulah yang berhasil dikomersilkan dengan sempurna oleh insan perfilman sehingga menjadi sumber hiburan dan lumbung uang.
Kesimpulan yang sama hampir hinggap di kepala saya ketika mendengar logat Cinta Laura (CL) yang kebarat-baratan. Saya berpikir kalau itu adalah logat kesehariannya yang juga berhasil dikomersilkan oleh industri hiburan. Selain karena logatnya relatif mirip, riwayat hidup CL pun menyebutkan bila dia lahir dan lama menetap di luar negeri.
Tetapi kesimpulan saya ini dibantah oleh teman-teman yang aktif di dunia syuting perfilman. Kata teman-teman, CL itu tidak seperti itu, dia berlogat normal Indonesia seperti orang Indonesia keumuman. Logat kebarat-baratannya hanyalah setting saja. Jadi logat keinggris-inggrisannya itu adalah jualannya, tidak lebih.
Menyindir “jualan” CL, yang dianggap tidak cerdas ini, seorang artis dengan cerdas membuat joke yang kira-kira ceritanya begini;
Suatu hari CL ingin membeli kucing, maka pergilah dia ke sebuah toko dan bertanya kepada penjaga toko
“Pak, kouching Anggoura...?"Tanya CL dengan logat kebarat-baratannya
“Wah gak ada” Jawab si Bapak penjaga toko
“Kalau kouching Pershiyyaaa..????"ada?” tanya CL kembali
“Wah gak ada juga” Jawab si Bapak
“Kucing Pershiyyaa tidak ada, kucing Anggoura juga tidak ada, ya udah kucing kampung aja, ada gak”?Tanya CL kesal
“Kucing kampung?gak ada juga mbak” Jawab si Bapak
“Jadi Bapak jual kucing apa kalau begitu” Tanya CL setengah marah
“Wah saya sih gak jual kucing mbak” Ujar si Bapak menjelaskan

Mendengar jawaban itu CL pun naik pitam merasa dipermainkan. Lalu ditariknya tangan si Bapak tadi ke luar toko. Sambil marah-marah CL menunjuk ke papan nama toko dan berkata “Kalau Bapak tidak menjual kucing, kenapa di papan toko ditulis ‘disini menjual ket’ “ Ujar CL sambil menunjuk papan toko yang bertuliskan “Menjual cat dan alat-alat bangunan”
READ MORE - Cinta Laura Beli Kucing

Thursday, 7 July 2011

Hadiah Untuk Tuhan

Dalam sebuah alegori yang dirujuk Rumi di dalam Fihi Ma Fihi (bagian 50), dan lebih rinci lagi dijelaskan dalam Matsnawi (1,3157) dst.), Yusuf, putra Yakub, menerima sahabat lama yang baru saja kembali dari perjalanan panjang. Ketika ditanya hadiah yang telah dibawa dari perjalanannya, sang sahabat menjawab bahwa dia mencari kemana-mana hadiah untuk Yusuf, tetapi tidak mampu menemukan apapun yang sesuai karena tidak ada sesuatu pun yang tidak dimiliki Yusuf. Akhirnya dia menyadari bahwa satu-satunya hadiah yang pantas bagi Yusuf adalah cermin yang mampu memantulkan keindahan Yusuf.
Serupa dengan cerita itu, suatu ketika manusia akan ditanyai Tuhan tentang hadiah apa yang akan dibawanya dari persinggahan di dunia ini. Satu-satunya jawaban yang mampu dibuat manusia tanpa akan menjadikan rasa kehinaan adalah menghadiahi Tuhan dengan cermin mengkilap sempurna. Cermin itu akan memantulkan keindahan Tuhan yang luar biasa. cermin itu adalah hati manusia. Ketika sambungan material perunggu dan lapisan karat pada hasrat dirinya dilenyapkan dari permukaan cermin hati, maka hati manusia akan mampu memantulkan keindahan Illahi. Cermin keberadaan manusia lantas dapat menahan untuk melawan sinar yang muncul dari Ketuhanan. Dan tujuan Tuhan di dalam penciptaan kemudian akan terselesaikan, karena Tuhan lantas akan mampu melihat pantulan diri-Nya dan mengetahui diri-Nya.

Note:
Yusuf dikenal di dalam legenda Islam sebagai keindahan yang sempurna, pengejewantahan paling sempurna dari keindahan Illahi dalam bentuk manusia. Karena ketampanannya, Zulaikha, istri Potiphar, jatuh cinta kepadanya

Dikutip dari halaman 26-27 pendahuluan buku ;
Rumi, Jalaluddin. 2006. Yang Mengenal Dirinya, Yang Mengenal Tuhannya; Aforisme-aforisme Sufistik Jalaluddin Rumi. Bandung; Pustaka Hidayah
READ MORE - Hadiah Untuk Tuhan

Thursday, 30 June 2011

Bertransaksi dengan Anak

Mengikuti dan menemani anak yang masih kecil dari sakit sampai sembuh, itu ibarat kita naik roller coster yang berputar 3600 (bukan 1800). Kita berhasil membalikan keadaan secara dramatis, tetapi dalam beberapa hal kita sebetulnya masih berada di tempat yang sama.

Bayangkan saja, ketika anak sakit kita harus mengurangi jatah tidur malam. Begitu anak sembuh semula kita pikir jam tidur kita akan berjalan seperti biasanya, ternyata tidak. Anak yang semula loyo karena sakit, sekarang jadi bersemangat. Alih-alih tidur waktu masuk jam tidur, anak malah menunjuk buku-bukunya sambil terus mengatakan “Papa Cerita, Papa Cerita”. Setelah semua buku dibacakan, saya pikir saya bisa istirahat, ternyata masih keliru juga. Saya masih harus menemaninya nonton beberapa VCD Learning animation koleksinya. Kalau sudah begini, kita sudah tidak lagi pending waktu tidur tapi cancel waktu tidur.

Pagi hari sambil berseloroh saya katakan pada istri, anak kita itu kalau lagi sakit membuat kita iba tetapi kalau dia sudah sembuh dia membuat kita jengkel. Sambil memandangi anak kita yang masih tidur kita pun tersenyum dan menggeleng-geleng sambil berkata “dasar”.

Hari berikutnya ketika bertemu saudara dan ngobrol panjang, saya ceritakan kembali pengalaman diatas. Mendengar itu dia tersenyum membenarkan sambil menceritakan pengalaman serupa. Lalu keluarlah pernyataannya mengomentari pengalaman saya. Mengutip perkataan orang tua, menurutnya kita akan tahu bagaimana jasa orang tua terhadap kita setelah kita juga mempunyai anak. Saya tersenyum mengiyakan dengan penyangkalan yang tidak terungkap.

Investatif Eksploitatif

Tidak ada yang salah dengan pernyataan saudara saya tadi karena begitulah keadaannya. Kita akan merasakan perjuangan orang tua terhadap kita setelah kita mempunyai anak. Hanya saja dari pernyataan ini implisit terungkap adanya superioritas dalam relasi anak dan orang tua. Relasi ini, selain tidak saya temukan kebenarannya secara utuh, sering menjadi pemicu relasi yang tidak baik di kemudian hari. Terlebih bila asumsi-asumsi ini ditanamkan pada pasangan muda yang baru punya anak seperti saya ini.

Melalui pernyataan ini kita seolah ingin mengatakan pada anak kita; “Hai anakku, ingatlah waktu kamu kecil dulu. Akulah yang telah menjaga, melindungi, memelihara dan memberimu makan. Ingatlah masa-masa itu” Atau dalam ungkapan lain yang lebih esktrem kita juga seolah ingin mengatakan “Hai anak ku, waktu kamu kecil kamu tidak berdaya dan kamu hidup dalam lindungan dan naungan kami”

Sekali lagi hal diatas tidak salah karena faktanya memang seperti itu. Tetapi bila ini dipelihara dan ditanam dalam diri kita, secara tidak sadar kita sudah memelihara superioritas diri. Hal ini, sadar tidak sadar, akan memicu kesadaran berikutnya bahwa di kemudian hari kita merasa berhak untuk “memperoleh reward” dari jasa yang sudah kita berikan. Dari sini saya pikir kemudian lahir istilah bahwa anak adalah investasi orang tua dalam makna adanya potensi eksploitatif di masa depan.

Dalam wujud yang sangat ekstrem dan menyeramkan, logika investatif eksploitatif antara orang tua dan anak ini saya temukan dalam novel nya Somaly Mom yang diangkat dari pengalaman nyata: The Road of Lost Innoccence. Somaly adalah perempuan aktivis pemberantasan perdagangan dan prostitusi anak perempuan di Kamboja. Sudah puluhan ribu anak yang dia selamatkan dari jebakan prostitusi.

Somaly sendiri bukanlah seorang aktivis mahasiswa atau cendikiawan. Somaly adalah korban prostitusi anak yang dijual orang tuanya pada seorang mucikari ketika dia berumur 11 tahun. Menurut Somaly yang terjadi pada dirinya belum seberapa, karena dikemudian hari dia menemukan anak perempuan yang baru selesai haid lalu dijual orang tuanya ke tempat prostitusi.

Dari sekian faktor yang menyebabkan maraknya prostitusi anak di Kamboja, selain ekonomi dan pendidikan, menurut Somaly adalah adanya frame orang tua yang menganggap berjasa kepada anaknya. Mereka merasa sudah berkorban segala hal untuk anaknya, dan sekarang ketika mereka sedang dalam himpitan ekonomi sementara anak mereka sudah memiliki potensi ekonomi, maka anak mereka mesti mengembalikan apa yang telah orang tua mereka berikan kepada mereka.

Dalam wujud ekstrem lain, alur seperti ini saya temukan dalam sebuah tulisan di media tentang maraknya anak jalanan. Tumbuhnya anak jalanan, menurut tulisan di media tersebut, salah satu diantaranya karena disuruh orang tuanya mereka. Adapun orang tuanya merasa berhak untuk menyuruh anak mereka mencari uang di jalan karena merasa berjasa telah menghidupi mereka sejak dalam kandungan

Dalam bentuk yang sangat sublim, modern, atau mungkin lebih humanis, logika investatif eksploitatif saya temukan beberapa tahun lalu ketika masih mahasiswa. Seorang teman mengeluh tentang kedatangan neneknya. Aneh, karena bagi saya kedatangan seorang nenek itu hal yang menyenangkan. Tetapi ternyata bagi dia kedatangan nenek ke rumah adalah sebuah isyarat kalau si nenek punya kebutuhan dan ibunya sebagai anak mesti memenuhi kebutuhan itu. Padahal menurut dia Ibunya itu seorang janda yang mesti menghidupi anak-anaknya yang sedang kuliah. Ironisnya kemudian si nenek menurut dia merasa tidak perlu tahu dengan kesulitan yang dihadapi oleh Ibu nya karena dia juga dulu seperti itu ketika membesarkan Ibu nya.

Logika Timbal Balik

Saya sendiri tidak tahu bagaimana memposisikan relasi orang tua dan anak umumnya, serta saya dengan anak saya khususnya, dalam konteks ketika kita dalam posisi sering memberikan dan berbuat sesuatu buat anak kita. Saya tidak munafik untuk mengatakan bila dikemudian hari saya akan membutuhkan anak saya. Saya yakin, dikemudian hari bila saya sedang berada dalam kesulitan maka saya ingin ditolong anak saya. Bila saya tidak mampu untuk mengungkapkan permintaan ditolong karena gengsi, saya yakin harapan untuk ditolong itu pasti tetap ada dan akan terungka.

Sampai tadi pagi, sebetulnya kejadian ini sudah berkali-kali, ketika memandikan anak saya temukan jawabannya. Karena anak menyebut nama saya, maka memandikan anak pun jadi tugas saya bukan Ibunya atau pengasuhnya. Senang juga memandikan anak di pagi hari. Setelah semua disiapkan, baju di buka,si anak masih berlari-lari sambil ketawa seolah ingin mempermainkan saya. Saya kejar sambil menunjukan saya bersusah payah. Ketika mandi pun banyak bertingkah yang membuat kita senyum dan ketawa. Selesai mandi, allih-alih capek, justru yang ada rasa riang. Ada psikologi positif yang menjalar di tubuh begitu selesai memandikan anak.

Kata psikolog, ini yang dinamakan energi positif atau psikologi positif. Kondisi psikologis ini menurut para pakar psikologi sangat penting bagi kehidupan kita. Tidak hanya membahagiankan suasana hati, tetapi psikologi positif sangat membantu menyelesaikan kerja-kerja keseharian. Lebih dari itu, psikologi positif membantu kita dalam menghadapi segala kepenatan dan problem yang kita hadapi sehari-hari.

Pagi itu saya pikir, rasanya bukan sekali ini saja anak saya memancing keluarnya energi positif dari diri saya, tetapi sudah bekali-kali. Misalnya ketika terjadi silang pendapat antara saya dan istri. Mulanya di depan anak kami pura-pura tersenyum seolah tidak ada masalah. Tetapi mulai dari senyum pura-pura sampai senyum sesungguhnya muncul karena melihat tingkah anak. Ketika itulah kemudian psikolgi positif kembali menaungi diri kita. Dipengaruhi suasana positif yang dibangun anak, kita bisa kembali mengurai permasalahan yang ada dengan lebih jernih dan membuahkan hasil positif.

Jadi kalau saya berpikir reward dari “jasa’ yang telah saya berikan pada anak, ternyata kita tidak perlu menunggu reward itu datang menunggu kita tua tidak berdaya. Reward itu sudah datang saat ini juga dan bahkan lebih besar dari apa yang telah kita perbuat. Bayangkan saja, anak saya hanya tertawa, senyum dan berlari-lari ketika akan saya mandikan. Tapi efeknya dia berhasil membangun energi positif dalam diri saya dan itu sangat membantu. Dan hal ini tidak terjadi satu dua kali tapi berkali-kali dalam bentuk yang berbeda-beda.

Jadi sepertinya kita ini tidak usah berpikir jasa atau mengharap reward dalam relasi dengan anak. Saya ingat beberapa waktu silam ucapan Aa Gym. Menurutnhya relasi kita itu seperti ucapan salam. Orang yang mengucapkan salam ketika bertemu atau bertamu, pasti akan dibalas waalaikumsalam. Tidak akan ada ucapan waalaikumsalam tanpa didahului ucapan salam terlebih dahulu. Kalau ada orang yang mengucapkan waalaikumsalam kepada kita tanpa kita mengucapakan salam terlebih dahulu, maka yakinlah kalau itu bukan doa, tetapi sindiran.

Jangankan Aa Gym seorang religius, Karl Marx yang tidak percaya Tuhan dan Agama saja menganggap sejarah hidup manusia sebagai sejarah pertentangan kelas. Artinya kehidupan manusia itu adalah kehidupan antara aksi dan reaksi. Setiap aksi pasti ada reaksi. Jadi tidak usah berpikir balasan, karena balasan itu pasti akan selalu datang. Mengikuti rumus dasar statistik kehidupan, menurut pakar statistik kurva kehidupan ini berjalan normal. Yang devian itu pasti ada, tetapi sangat sedikit dan jarang.

Jadi hidup ini adalah masalah balas membalas, jangan khwatir kebaikan tidak akan berbalas kebaikan. Masalah orang berperilaku air susu dibalas air tuba, bukannya orang seperti itu tidak ada, tetapi kuantitasnya sedikit karena itu menyimpang. Dan kalau kita berhadapan dengan orang seperti itu, maka kemungkinannya hal itu terjadi karena dua hal. Pertama karena kita terbiasa melakukan hal seperti itu. Kedua kita sedang sial berhadapan dengan orang seperti. Anggap saja kita sedang buang sial, kifarat atas dosa-dosa yang sudah kita lakukan sebelumnya

Saya tidak tahu apakah benar bentuk relasi anak orang tua yang benar itu seperti ini. Tetapi saya berkeyakinan, dan berdoa, bila relasinya seperti ini; di kemudian hari mungkin anak saya tidak membantu ketika saya dalam kesulitan, tetapi dia pasti akan menghindarkan diri saya dari kesulitan.

Sukabumi, 26 Juni 2011
READ MORE - Bertransaksi dengan Anak