Saturday, 16 July 2011

Jodoh dan Nikah; Memori Jalan Pungkur

Beberapa waktu lalu seorang teman bertanya di facebooknya tentang makna jodoh, cara menemukan jodoh dan kaitan jodoh dengan pernikahan. Membaca pertanyaan ini saya jadi ingat beberapa waktu lampau saat masih mahasiswa. Awalnya tema ini saya bicarakan dengan teman di kampus. Kemudian saya ulang kembali dalam sebuah obrolan ringan di sebuah sudut ruangan sempit di Jalan Pungkur Kebon Kelapa Bandung ketika seorang “mujahid eceng” bertanya hal serupa

Karena ini hanya bincang-bincang santai, maka saya dan teman-teman juga tidak terlalu serius untuk bisa menunjukan pendapat dibawah ini milik siapa, tercantum di buku apa dan halaman berapa. Anggap saja ini hanya pemikiran spekulatif berdasar informasi yang sepotong-sepotong. Pemikiran masa muda yang coba saya ceritakan kembali.

Jadi menurut kami jodoh atau nikah itu ditentukannya seperti berikut;

Teori paling sederhana dari pendapat kami adalah bahwa ciri orang berjodoh itu adalah orang yang bisa menimbulkan rasa aman pada diri kita. Karena kita akan menjalani hidup yang panjang maka kita membutuhkan mitra yang bisa meyakinkan kita untuk bisa bersama menjalani lika-liku kehidupan. Orang yang mendatangkan rasa aman adalah orang yang bisa meyakinkan dan menguatkan kita dalam menghadapi perjalanan hidup yang panjang ini. Rasa aman juga adalah sebuah aura yang dipancarkan seseorang sebagai buah dari kebiasaan dan sikapnya selama ini.

Ledekan teman-teman ketika mendengar pendapat ini, mereka menyebut kalau begitu yang paling banyak jodohnya adalah polisi, satpam, tentara dan lain sebagainya karena mereka adalah orang-orang yang memiliki modal untuk bisa mendatangkan rasa aman kepada banyak orang .

Teori yang kedua disebut dengan teori tulang bengkok. Adalah karena perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok dan mesti diluruskan, maka ciri seseorang yang layak disebut jodoh itu adalah ketika dia mempunyai sifat, kemampuan dan kemauan untuk bisa meluruskan tulang rusuk yang bengkok. Sebagaimana diketahui, meluruskan tulang rusuk bukanlah sesuatu yang mudah. Tidak boleh terlalu keras dan juga tidak boleh terlalu lemah.

Sedangkan teori yang ketiga teman-temannya menyebutnya dengan teori kesuciaan atau teori “bersih-bersih”. Asumsi dasarnya dibangun atas dasar mula penciptaan manusia. Konon manusia itu sudah diciptakan berpasang-pasangan oleh Yang Maha Pencipta. Ketika kita masih di surga, di alam suci, manusia yang sudah diciptakan berpasang-pasangan pun menjalani kehidupan surga dengan penuh suka ria. Sampai pada satu ketika Allah memanggil dan mengatakan kepada keduanya kalau sekarang waktunya bagi kedua pasangan tersebut untuk turun menjalani kehidupan di bumi.

Kitapun pada waktu itu sangat bersedih sebagaimana sedihnya Adam dan Hawa yang harus meninggalkan surga yang suci dan menyenangkan. Tetapi sebelum kita turun ke bumi, kita yang sudah berpasang-pasangan itu berjanji akan berusaha bersama kembali sebagaimana yang terjadi di surga. Bila mereka diturunkan Allah di tempat yang berbeda,maka kita akan berusaha saling mencari supaya dapat memenuhi janji untuk bisa hidup bersama.

Tetapi ketika manusia diturunkan ke bumi, janji suci untuk hidup bersama di permukaan bumi ini pun terlupakan. Sebabnya adalah karena manusia sudah tidak bisa lagi mempertahankan kesucian yang mereka peroleh ketika berada di surga. Manusia melakukan banya kekhilafan, berdosa dan lupa beristighfar. Khilaf dan dosa inilah yang kemudian menjadi penghalang manusia untuk mencari, menemukan dan mengetahui pasangan sucinya ketika di surga dahulu. Bila diqiaskan dengan kaca, dosa dan kekhilafan inilah yang menempel di cermin sehingga cermin tidak lagi bisa memancarkan dan memperlihatkan gambar yang sempurna akan pasangan hidup mereka yang sesungguhnya

Cara paling efektif supaya kita bisa menemukan kembali siapa yang menjadi jodoh kita tentunya adalah menghilangkan semua dosa dan khilaf yang kita lakukan. Kita harus membersihkan cermin itu dari segala debu yang menempel sehingga cermin bisa kembali bersih dan memantulkan gambar secara sempurna. Supaya kita kembali bersih dan cermin menjadi jernih, maka perkuatlah ibadah kita dan rajinlah berbuat kebaikan. Kedua hal inilah yang akan mengantarkan kita kembali suci dan akan kembali bertemu dengan pasangan kita sesungguhnya yang sudah berjanji hidup bersama di bumi ini.

Hal terakhir, yang menurut saya sangat menarik, ketika membahas masalah jodoh dan nikah dalam perspektif kesempurnaan sifat Tuhan. Menurut para sufi dan filosof, Tuhan itu memiliki 2 (dua) sifat yang sangat sempurna yaitu sifat agung (Jalaliyah) dan sifat indah (Jamaliyah). Jamaliyah adalah dimensi kelembutan atau kasih sayang Allah. Hal ini misalnya termanifestasi dalam asmaul husna, seperti, kata al-wadud yang artinya “penuh cinta kasih”, al-Wahab senang memberikan anugerah; al-Tawwab (senang menyambut orang-orang yang kembali kepada-Nya). Sachiko Murata dalam The Tao of Islam menerjemahkan kata Jamaliyah Tuhan dengan His Beauty. Dalam dimensi Jamaliyah-Nya, Allah tampak sangat dekat (aqrab) dengan manusia. Perasaan yang timbul dalam benak manusia ketika menyebut sisi Jamaliyah Allah adalah perasaan mahabbah (cinta) yang menurut al-Ghazali merupakan puncak keberagamaan

Adapun dimensi Jalaliyah Allah mewakili sifat Ketegasan dan Keperkasaan-Nya. Allah, seperti Maha Besar, Maha Pembalas orang-orang kafir, Penyiksa bagi yang berdosa. Efek psikologis yang muncul dalam hati manusia adalah perasaan takut (khauf)

Menurut Ibn Arabi, sernua makhluk itu hanya membawa satu saja dari dua sifat Allah swt. Halilintar, misalnya, hanya membawa dalam dirinya sifat Jalaliyah Tuhan saja. Hujan hanya membawa sifat Jamaliyah saja. Tapi pada diri manusia ada potensi untuk menggabungkan kedua dimensi itu. Karena manusia bukan saja khalifah tapi ia juga seorang abdi.

Kedua sifat Tuhan ini kemudian di deliver kepada setiap manusia. Kepada laki-laki Tuhan menganugrahkan sifat Jalaliyah NYA, sedangkan kepada perempuan Tuhan menganugrahkan sifat Jamaliyah NYA. Kedua sifat itu tidak lah sempurna bila berada pada diri yang berbeda. Maka manusia (laki-laki dan perempuan) haruslah bersatu untuk menyatukan kedua sifat diatas. Oleh karena itu pernikahan adalah usaha manusia untuk menyatukan kedua sifat Tuhan dalam sebuah kehidupan bersama.

Kenapa kedua sifat Tuhan itu perlu disatukan?Karena kesempurnaan hidup tidak akan pernah terjadi selama dua sifat Tuhan itu berdiri sendiri-sendiri. Hidup adalah usaha untuk menyerupai sifat-sifat Tuhan sebagai modal bagi kita ketika nanti menghadap NYA.

Oleh karena itu maka yang dinamakan jodoh itu adalah orang-orang yang berhasil untuk mempertemukan dimensi Jamaliyah dan Jalaliyah Tuhan dalam kehidupannya dimana diantara wujudnya adalah dalam bentuk sebuah keluarga. Keluarga yang berjodoh adalah keluarga yang selalu berusaha untuk terus menerus memproduksi kebaikan dan kesempurnaan untuk bisa bertemu dan mendekati sifat-sifat ketuhanan sehingga dia mempunya modal untuk bertemu Tuhan nya kelak.

Oleh karena itu, bisa dikatakan bila perkawinan itu belum menjadi indikator jodoh, selama perkawinan itu tidak membuat orang memproduksi kebaikan. Bukankah dalam banyak hal bisa kita lihat bagaimana perkawinan justru menjadi pemicu terhempas nya sifat-sifat dan perilaku Tuhan dalam kehidupan kita?
Waallhu’alam bi shawab

Sukabumi, 16 Juli 2011

No comments:

Post a Comment