Wednesday, 23 July 2008

Birokrasi Kita Kayak Cacing Pita dalam Tubuh

Kemarin pagi kira-kira pukul 07.00 ketika kereta Parahyangan Bandung - Jakarta yang saya naiki memasuki kota Bekasi, gak jelas Kotamadya atau Kabupaten, dari balik jendela saya lihat lampu-lampu di Jalan masih menyala.

Bayangkan !... lampu Jalan raya di Bekasi, kota yang sangat dekat dengan pusat kekuasaan dan informasi Jakarta, sampai pukul 07.00 masih menyala. Padahal saat ini orang sedang ribut tentang krisis listrik sehingga harus ada pemadaman bergilir. Lampu jalan raya yang memiliki watt cukup tinggi masih menyala sampai jam 07.00 masih menyala, apa ini bukan pemborosan listrik?padahal saat ini orang-orang lagi ribut dengan kebijakan SKB yang ditandatangani 5 mentri tentang penghematan listrik di dunia Industri.

Gara-gara SKB 5 mentri ini, tidak hanya para mentri saja yang menjadi bulan-bulanan parlemen, media dan dunia usaha, para pengusaha pun ngos ngosan karena mesti menghitung ulang jadwal dan biaya produksi sambil membayangkan kerugian yang akan menimpa dirinya diiringi dengan ancaman kemarahan para pekerja nya.

Hal yang sama juga pastinya juga menimpa para buruh di dunia industri. Mereka terancam kehilangan hari yang sangat berharga bagi mereka. Setelah 5 hari berkutat di ruangan kerja demi menyambung hidup, Sabtu-Minggu adalah waktu mereka menghela nafas dari segala himpitan kehidupan dengan anak dan istri. Sekarang waktu yang sangat menyenangkan itu hilang karena kebijakan penguasa dan logika para kapitalis. Sabtu-Minggu adalah waktu psychologis yang sangat berharga setelah 5 hari berkutat dengan dunia yang sangat materialistik
Hidupnya lampu jalan di Bekasi sampai jam 07.00 bukan hanya persoalan menghambur hamburkan energi disaat kita sedang mengalami krisis energi, melanggar aturan yang sudah dibuat penguasa, tetapi ini juga masalah tindakan yang menyakitkan terhadap banyak orang yang sedang mengalami krisis material dan psychologis akibat krisis listrik. Bila ada hukum yang bisa diatur secara instant dalam hitungan jam, maka mesti ada aturan untuk menindak prilaku tidak bertanggung jawab orang-orang yang tidak mematikan lampu tersebut.

Saya tidak tahu pasti siapa yang bertanggung jawab untuk mematikan lampu jalan tersebut, tetapi pastinya hal ini berada dibawah koordinasi Pemerintah Daerah dengan pelaksananya Dinas tata kota. Minimal ini logika sederhana yang ada di kepala saya. Yang bertanggung jawab adalah birokrasi

Dan inilah birokrasi kita. Birokrasi kita itu seperti cacing pita dalam tubuh. Cacing yang menghabiskan asupan makanan, berapapun banyaknya makanan yang kita masukan, dan melemahkan gerak kita. Tubuh yang mengandung cacing pita akan sangat sulit untuk bergerak gesit

Seberapapun besar RAPBN kita untuk negeri ini, tidak akan pernah bisa dinikmati oleh masyarakat luas karena habis terserap oleh para birokrat yang korup. Birokrat yang menjadi urat nadi menjalankan program-program RAPBN tidak lebih seperti cacing pita, mengkorup anggaran tersebut sedemikian rupa sehingga hanya sedikit yang bisa dinikmati oleh masyarakat para pembayar pajak

Bagaimanapun hebatnya para pemimpin kita, revolusionernya kebijakan yang mereka telorkan, lincahnya pegerakan mereka, ketika birokrasi kita seperti ini, pemimpin dan kebijakan itu tidak akan pernah berarti apa-apa. Pemerintah tidak akan pernah bisa bergerak cepat mengeksekusi semua kebijakan revolusioner itu karena birokrasi kita berisi top manager yang miskin visi dan kreasi dan pelaku tekhnis lapangan yang minim skill

Jadi kalo Slank bilang Birokrasi itu kompleks, aktivis LSM dan para pengusaha bilang birokrasi itu busuk maka menurut saya birokrasi itu Cacing Pita. Memakan banyak energi yang kita kumpulkan dan melemahkan gerakan.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan menyikapi kondisi birokrasi kita sekarang ini.

Pertama Evaluasi sistem yang ada meliputi sistem pengawasan, remunerasi, pola kerja dan pola funishment dan reward PNS kita. Evaluasi yang ada harus sampai pada sebuah rumusan menghasilkan sebuah rumusan sistem yang bisa menempatkan birorasi sebagai tempat nyaman membangun karir, menyemai prestasi dan membangun pride sebagai seorang PNS

Kedua Monitoring ketat terhadap para pimpinan. Penyimpangan yang dilakukan mesti berujung kepada pemecatan. Hal ini selain untuk memperlancar proses regenerasi di tubuh birokrasi dengan orang-orang yang lebih segar, juga untuk menempatkan kembali aturan sebagai patokan dasar bagi setiap orang

Ketiga pensiun dini kepada para pekerja kelas middle ke bawah yang underperform. Semuanya diganti oleh generasi PNS baru tahun 2000an yang banyak masuk birokrasi tetapi tidak teroptimalkan secara maksimal. PNS yang dipensiunkan, dengan dana pensiun yang besar, diarahkan untuk lebih mengoptimalkan aktivitas ekonomi sektor informal sehingga bisa produktif
Problem dari pelaksanaannya pasti terbentur masalah dana. Dana APBN kita tidak cukup memberi perhatian kepada program reformasi birokrasi karena banyaknya sektor lain yang juga sama pentingnya. Tetapi pada dasarnya, dengan asumsi leadership yang mempunyai komitmen dan pemerintahan yang kuat, mengusahakan dana trilyunan rupiah untuk hal ini bisa diusahakan.
Contoh terdekat adalah kemauan politik untuk mengevaluasi kembali kebijakan SKL (Surat Keterangan Lunas) bagi para obligor BLBI. Dibutuhkan kebijakan tangan besi untuk mengambil dana para obligor BLBI yang terbukti sudah mengambil begitu banyak dana masyarakat. Hal ini dilanjutkan dengan usaha pemberantasan korupsi yang intensif dan massif yang akan bisa mengembalikan trilyunan uang negara. Tidak terlupa adalah re-evaluasi terhadap kontrak karya dengan para kapitalis pengelola sumberdaya alam kita. Porsi terbesar mesti lah untuk masyarakat Indonesia. Bila hal ini tidak bisa terpenuhi oleh mereka, maka membiarkan lebih baik daripada mengelola tetapi tanpa hasil
Tentunya usaha ini hanya bisa berhasil melalui strong leadership yang mempunyai komitmen moral, kebangsaan dan visi jauh kedepan dalam membangun negeri ini

Jakarta, 23 Juli 2008

No comments:

Post a Comment