Wednesday, 23 July 2008

Rapat Virtual dan Cara Kerja Modern

Kompas
Rabu, 23 Juli 2008

Ninok Leksono

”Sarana teknologi ini (’video-conferencing' dan rapat 'online') akan mengubah cara berpikir perusahaan terhadap perjalanan dan kerja dalam jangka panjang.” Claire Schooley, analis pada Forrester Research, NYT, 22/7).

Semula, ada kemacetan yang semakin tidak tertahankan di kota-kota besar. Situasi ini lalu melahirkan ide agar karyawan tak selalu harus ke kantor. Manajemen perusahaan dihadapkan pada dilema, mendapatkan karyawan produktif dengan mengorbankan kehadiran di kantor, atau tetap mengharuskan karyawan hadir di kantor dengan kehilangan sebagian (mungkin juga sebagian besar) waktu dan produktivitasnya.

Ketika kemacetan total di kota besar, seperti Jakarta, diperkirakan datang lebih awal—bukan lagi tahun 2014, melainkan tahun 2011, atau 2012, bayangan akan ”hidup tua di jalanan” semakin melahirkan rasa tak nyaman, khususnya bagi karyawan yang tiap hari harus ke kantor.

Namun, pada sisi lain, konsep tidak harus di kantor—lepas dari sifat pekerjaan seorang karyawan kreatif atau tidak—masih menjadi bahan perdebatan di kalangan manajemen. Tampaknya, alam pikir tradisional masih mendominasi dalam wacana ini. Namun, waktu mungkin akan mengubah persepsi tersebut.

Harus diakui bahwa momentum bagi pendekatan baru dalam cara orang bekerja ini bertambah lagi dengan munculnya perkembangan baru, yakni makin mahalnya harga bahan bakar dan—sebelumnya—diperolehnya teknologi yang memungkinkan orang bekerja dari jauh (luar kantor). Bahkan, makin luasnya penggunaan internet membuat orang bisa bekerja dari titik mana pun di dunia. Itu sebabnya istilah www yang semula hanya berarti world wide web kini juga berarti world wide workplace, atau ”tempat kerja di mana pun di dunia”.

Rapat virtual

Di harian The New York Times, Selasa (22/7), Steve Lohr menulis feature tentang makin banyaknya perusahaan mengadakan rapat virtual karena biaya perjalanan semakin mahal.

Peserta rapat semacam itu, seperti dituturkan oleh karyawan Accenture Jill Smart, semula merasa ragu, tapi setelah hadir di ruangan yang dilengkapi dengan fasilitas konferensi video—atau juga dinamai telepresence—dan merasakan sendiri suasana demikian nyata, ia dalam tempo 10 menit lupa bahwa ia tidak bersama-sama dengan mitra konferensi dalam ruangan itu. Maklum saja, Nona Smart ada di Chicago dan mitra konferensinya ada di London.

Accenture kini telah memasang 13 ruang konferensi video di kantor-kantornya di seluruh dunia dan berencana menambah 22 ruang lagi sebelum akhir tahun ini.

Cara rapat virtual ditempuh guna menghindari 240 perjalanan internasional dan 120 perjalanan domestik yang harus dilakukan oleh stafnya dalam bulan Mei saja. Langkah itu diyakini dalam setahun bisa menghasilkan penghematan jutaan dollar. Tetapi yang juga diperoleh adalah staf terbebas dari kehilangan jam kerja produktif, yang memang akan hilang kalau mereka harus menempuh perjalanan jauh yang melelahkan.

Jadi, dengan semakin meningkatnya biaya perjalanan dan hal itu juga membuat maskapai penerbangan mengurangi layanan, perusahaan—besar dan kecil—mengkaji kembali rapat tatap muka (face-to-face meeting), juga perjalanan bisnis.

Tentu saja langkah ini harus ditopang oleh pendukung yang tidak lain adalah teknologi yang kini sudah mencapai titik di mana ia praktis (atau tidak sulit digunakan), harganya terjangkau, dan lebih produktif guna memindahkan bit-bit digital daripada badan.

Diperkirakan, arah baru ini lebih dari sekadar reaksi atas meningkatnya biaya perjalanan dan pelemahan ekonomi.

Pada masa lalu juga sudah ada ramalan bahwa teknologi bisa menggantikan perjalanan. Namun, dulu hal itu dinilai prematur. Kini, teknologi disebut telah bisa membuktikan janjinya. Adanya investasi besar pada jaringan telekomunikasi, perangkat lunak, dan peningkatan pengolahan komputer mendukung munculnya kemajuan yang ada.

Kini, pilihan yang ada sudah banyak, mulai dari sistem telepresence yang mahal seperti dibuat oleh Cisco dan HP hingga teknologi kolaborasi yang dikenal sebagai web conferencing, online document sharing, wikis, dan teleponi internet.

Tidak heran kalau kemajuan teknologi ini semakin luas dimanfaatkan oleh perusahaan besar dan kecil. Rapat via internet kini semakin banyak digunakan untuk pelatihan dan presentasi penjualan. Dengan penggunaan cara kerja baru ini, perusahaan ada yang bisa menghemat sampai 60 persen, dan waktu rata-rata untuk menuntaskan penjualan baru dipangkas sampai 30 persen.

Perkembangan ini memang menyisakan pertanyaan, apakah dengan tren baru ini lalu rapat tatap muka akan ketinggalan zaman? Atau apakah sudah tidak akan ada lagi karyawan yang bekerja dengan menyusuri jalan raya? Ternyata, yang ditekankan di sini adalah bahwa perkembangan situasi dan kemajuan teknologi digital hanya sebagai cara untuk membuat perjalanan kerja lebih selektif dan lebih produktif.

Perubahan nyata

Tren perubahan cara kerja yang ditopang oleh kemajuan teknologi ini memang kini dirasakan oleh karyawan di pelbagai perusahaan. Misalnya saja, Michael Littlejohn dari IBM. Dua tahun lalu ia menghabiskan waktu 13 sampai 15 hari dalam sebulan di jalan. Kini, ia hanya perlu 8 sampai 10 hari dalam sebulan untuk perjalanan dinas. Namun, tidak berarti waktu untuk melayani klien berkurang. Untuk memahami masalah klien, atau untuk menuntaskan penjualan, ia masih merasa harus bertatap muka.

Lebih efektifnya cara kerja baru ini juga dituturkan oleh Darryl Draper dari Bagian Pelatihan Pelanggan di Subaru of America. Dulu, dalam enam bulan ia hanya bisa menjangkau sekitar 220 orang dengan biaya 300 dollar AS per orang. Kini, setelah semua dilakukan melalui internet, selain ia tidak sering bepergian, ia justru bisa menjangkau 2.500 orang setiap enam bulan dan hanya dengan biaya 75 sen dollar AS per orang.

Tentu, setiap pemanfaatan teknologi ada biaya investasi. Tetapi, dibandingkan dengan biaya operasi yang tidak menentu mengikuti naik-turun harga minyak, investasi di bidang ini lebih bisa dipastikan.

Sekali lagi, videoconferencing maupun rapat online bukan substitusi sempurna bagi datang ke kantor dan rapat tatap muka, di mana orang bicara satu dengan yang lain. Dengan telepresence orang tidak belajar mengenai budaya lain. Nona Smart menegaskan, ”Anda mendapatkan banyak hal dengan berada di sana, saat sarapan atau santap malam, membangun hubungan (dengan) bertatap muka.”

Sekali lagi, cara kerja modern bukan untuk menggantikan seluruhnya rapat atau bertemu langsung. Ini hanya cara bijaksana mengeluarkan biaya pada masa apa-apa serba mahal.

No comments:

Post a Comment