Tuesday, 7 August 2007

Komunikasi Antar Budaya 4

Tulisan ke - 4. Membahas sopan santun dan kebiasaan di Korean dan Jawa


4. Sopan Santun dan Kebiasaan di Korea dan Jawa

Sopan santun merupakan jalan bagaimana seseorang dapat mendisiplinkan diri mereka dan bagaimana dapat diterima dalam menjalin suatu hubungan. Di Korea, rasa hormat dan sopan santun menjadi aspek penting dalam kehidupan. Di Jawa kerukunan dan kehormatan menjadi aspek penting dalam pergaulan. Seseorang diharapkan agar tidak memacu konflik dalam bersikap, dan dalam cara berbicara serta membawa diri dituntut untuk selalu menunjukan sikap hormat terhadap orang lain se­suai dengan de­rajat dan kedudukannya. Orang Korea menjunjung tinggi senioritas, sedangkan di Jawa lebih menekankan status. Baik di Korea maupun di Jawa mengetahui secara rinci me­nge­nai lawan bicara adalah hal yang wajar dalam pembicaraan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui status lawan bicara dan bagaimana kita bersikap. Menolak untuk memberi jawaban juga bukan merupakan hal yang tidak sopan jika kita melakukannya dengan sikap sopan pula. Orang Korea dan orang Jawa pada dasarnya adalah orang yang ramah. Akan tetapi, orang Korea tidak begitu mudah mengekspresikan perasaan mereka dan sangat membatasi kontak fisik. Ketika bertemu dengan seseorang, orang Korea hanya mengangguk secara sopan atau berjabat tangan. Berjabat tangan dengan wanita bukanlah hal yang biasa sedangkan di Jawa hal ini biasa terjadi. Akan tetapi, bila seseorang telah mengenal orang Korea dengan dekat, rasa kekeluargaan akan lebih te­rasa, dan akan lebih sering terjadi kontak fisik antarteman atau antarkenalan.

4.1 Sopan Santun di Muka Umum

Membuang ingus di tempat umum, adalah hal yang tidak sopan di Korea. Te­ta­pi, bersenda­wa, masih bisa diterima. Di Jawa, baik membuang ingus maupun ber­sen­dawa di depan umum adalah hal yang tidak sopan. Di Korea, mendorong-dorong dari belakang ketika berada di tempat ramai ada­lah hal yang biasa. Akan tetapi, bila ini dilakukan di Jawa, kadang bisa menyulut keributan. Apabila seseorang bermaksud untuk lewat atau terburu-buru, perlu untuk mengucapkan kata “Nuwun sewu” atau “Permi­si”.

Di Korea terdapat fenomena yang dianggap wajar jika laki-laki saling berangkulan atau wanita saling bergandengan tangan. Hal ini merupakan ekspresi keakraban atau bila melihat dua orang pria dewasa berjalan sambil berangkulan. Adapun wanita yang berjalan bersama sambil bergandengan ta­ngan adalah hal yang biasa. Baik di Korea maupun di Jawa, bila ada sepasang kekasih berpelukan atau berciuman di depan umum dianggap tidak sopan.

4.2 Sopan Santun di Meja Makan

Pada umumnya sopan santun di meja makan antara orang Jawa dan Korea dapat dikatakan hampir sama. Ketika sedang makan, kita tidak boleh bercakap terlalu banyak, tidak boleh mengunyah hingga menimbulkan suara, dan berusaha jangan sampai ada makanan yang tercecer. Tunggulah orang yang lebih tua untuk duduk terlebih dahulu, dan orang muda tidak boleh mendahului orang tua ketika makan. Akan tetapi, di Jawa, tuan rumah biasanya mempersilahkan tamu untuk memulai hidangan terlebih dahulu. Apalagi, jika tamu adalah orang yang lebih tua atau dihormati.

Tidak seperti di Jepang dan Cina, negara tetangga Korea, yang menggunakan sendok untuk makan nasi dan sup, dan sumpit hanya digunakan untuk mengambil hidangan sampingan atau lauk pauk lainnya yang tersedia. Ketika makan, orang Korea tidak mengangkat mangkuk tempat sup atau nasi seperti orang Jepang. Orang Korea tidak mengayun-ayunkan sumpit, dan tidak menancapkan sendok atau sumpit di atas nasi karena dianggap seperti memberi makan orang mati. Jika hal ini dilakukan tamu, dianggap mempermalukan orang yang menjamunya. Bila selesai makan, sendok dan sumpit diletakkan secara rapi di samping mangkuk, jika sendok dan sumpit diletakkan di mangkuk nasi atau sup, dianggap belum selesai makan. Orang Jawa makan dengan dua cara. Ada yang menggunakan sendok, dan ada pula yang menggunakan tangan. Aturan makan dengan sendok sama seperti kebiasaan orang barat, hanya saja per­alatan­nya lebih sederhana, terbatas sendok nasi dan garpu saja.

4.3 Kebiasaan yang Berhubungan dengan Senior

Baik orang Jawa maupun Korea, sangat menghormati orang tua. Kita tidak boleh berbicara sambil membelakangi atau menatap mata mereka ketika berbicara, karena hal ini tidak sopan. Bila menerima atau memberikan sesuatu kepada orang tua, kita harus menggunakan kedua tangan kita. Di Korea, dalam hal berjabat tangan, orang mu­da harus menunggu ajakan orang yang lebih tua, sedangkan di Jawa kebalikannya, orang yang lebih mudalah yang mengajak berjabat tangan. Kemudinan, orang Jawa bila berjalan di hadapan orang yang lebih tua akan membungkukkan badan, sedangkan di Korea tidak perlu.

Saat minum, di Korea orang yang lebih muda harus memiringkan tubuhnya ketika minum agar tidak dilihat secara langsung oleh orang yang lebih tua. Akan tetapi, jika berhadapan dengan orang yang beda usianya tidak terlalu jauh, mereka tidak perlu melakukannya, sedangkan di Jawa, hal ini tidak perlu dilakukan.

4.4 Kebiasaan Bertamu dan Mengundang

Saat berkunjung ke rumah orang Korea, pengunjung perlu untuk membuka alas kaki dan sebaiknya tamu menggunakan kaos kaki atau stoking karena bertelanjang kaki di hadapan orang tua dianggap tidak sopan. Di Korea juga terdapat kebiasaan untuk membawa bingkisan bila berkunjung ke rumah seseorang. Di Jawa juga ada kebia­saan melepas alas kaki bila berkunjung ke rumah seseorang, tetapi bertelanjang kaki di hadapan orang tua tidak menjadi suatu masalah yang dianggap serius.

Di Korea tidak ada kebiasaan “go Dutch” atau membayar sendiri-sendiri se­perti di Jepang tetangganya. Apabila kita berada di Korea, kita harus siap untuk menjamu atau dijamu. Akan tetapi, di sana ada kebiasaan bahwa orang yang lebih tua yang akan menjamu yang lebih muda karena mereka merasa bertanggung jawab kepada yang lebih muda dan merasa perlu untuk menjaga yang lebih muda. Di Jawa juga tidak dikenal budaya “go Dutch”, yang mengundang atau yang mengajak adalah yang ber­kewajiban untuk membayar atau menjamu.

4.5 Kebiasaan Lain

Di Korea, orang tidak menulis dengan tinta merah ketika memberikan alamat, atau pesan kepada seseorang. Tinta merah memiliki arti kemarahan atau ketidakramahan. Bagi orang Korea, angka 4 adalah angka sial. Angka ini berarti “mati”. Oleh ka­rena itu, bila kita mengundang tamu orang Korea, jangan memesan kamar no 4 atau kamar yang berada di lantai 4. Bagi orang Jawa, tidak ada angka sial, tetapi mungkin karena adanya pengaruh barat, ada orang Jawa yang menganggap angka 13 sebagai angka sial. Akan tetapi, orang Jawa menganggap hari-hari tertentu sebagai hari ke­ramat, seperti Jumat dan Selasa Kliwon, serta malam 1 Suro. 1 Suro dianggap sebagai hari para raja, karena itu biasanya pada hari-hari itu orang Jawa tidak mengadakan pesta pernikahan atau syukuran.

No comments:

Post a Comment