Masih ingat group musik Roxette?Group musik dari Swedia yang hanya beranggotakan 2 orang, Per Gessle, dan Marie Fredriksson. Cukup tenar pada tahun 1990an. Setelah lagunya berjudul “June Afternoon”, saya suka mendengar lagu mereka yang berjudul “Listen To Your Heart”. Waktu pita kaset masih menjadi alat utama mendengar musik, saya tunggu betul putaran kaset sampai ke lagu “Listen To Your Heart”. Kalau sudah sampai ke lagu itu, kita dengar syairnya senang sekali kita dengar lyric nya.. “Listen to your heart when he's calling for you. Listen to your heart there's nothing else you can do. I don't know where you're going and I don't know why, but listen to your heart before you tell him goodbye”
Sempat bertanya-tanya juga kenapa judul lagu nya “Listen To Your Heart” bukan “Hear To Your Heart” karena pada waktu itu teman-teman, juga kamus, menerjemahkan kalau Listen dan Hear itu berarti mendengar. Semula saya pikir ini masalah estetika saja. Lebih enak mendengar Listen To Your Heart ketimbang Hear To Your Heart
Tapi di kemudian hari seorang temen yang banyak ngerti bahasa Inggris menceritakan perbedaan antar keduanya. Hear, menurut teman saya tadi, bermakna mendengarkan sambil lalu saja tanpa memberikan perhatian serius. Seperti kita sedang berada di dalam rumah, kemudian ada mobil lewat di halaman rumah kita. Suara mobil itu lewat begitu saja tanpa makna apa-apa bagi kita. Hal ini selain karena kita tidak mempunyai kepentingan, karena kita tidak mendengarnya secara seksama. Jadi mungkin bisa dikatakan kalau Hear itu mendengar sebagai aktifias fisik telinga saja, tidak lebih.
Berbeda dengan Listening yang berarti mendengarkan secara serius atau memperhatikan secara seksama. Jadi kalau kita sedang berada didalam rumah lalu ada mobil lewat di halaman rumah, kita mungkin tidak hanya bisa menyebut itu mobil, tapi karena saking seksama nya kita bisa menebak mobil type apa yang lewat, cc nya berapa bahkan mungkin merek, tahun pembuatannya dan pemiliknya siapa. Jadi kalau kita terjemahkan dalam bahasa Indonesia, listen itu lebih cocok diterjemahkan dengan kata menyimak bukan mendengar. Karena listen bukan hanya aktifitas fisik telinga saja, tetapi juga melibatkan mata, otak dan segudang indra manusia lainnya.
Dari sini saya jadi faham kenapa Roxete menyebut “Listen To Your Heart” bukan “Hear To Your Heart” karena yang namanya hati itu tidak bisa didengarkan sambil lalu saja, tetapi harus didengar dengan seksama melibatkan banyak indra manusia. Jadi bukan semata masalah estetika.
Uniknya ketika saya sering mendengar berita dan statemen anggota DPR yang berkali-kali mengatakan kalau mereka sudah dan akan terus mengadakan hearing untuk bisa mengetahui dan mengakomodir semua kepentingan masyarakat. Sempat bingung apa yang dimaksud hearing yang sering disebut oleh banyak anggota DPR itu. Di kemudian hari salah seorang teman staff ahli DPR menyebutkan kalau yang dimaksud hearing itu adalah Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPR dengan elemen masyarakat seperti pemuka masyarakat, tokoh agama, LSM atau pemerintah untuk menjaring aspirasi mereka dalam pembuatan sebuah kebijakan atau undang-undang. Jadi DPR mengadakan Hearing, bukan Listening, dalam menyerap aspirasi publik
Jadi saya pikir wajar saja kalau orang banyak mengeluh dan marah karena DPR tidak pernah menjadi penyalur kepentingan rakyat atau dituduh tidak mewakili aspirasi rakyat. Karena kebiasaan DPR itu hanya hearing (mendengarkan sambil lalu) bukan listening (mendengarkan dengan seksama) suara rakyat
Sukabumi 18 Juni 2011
ulasan yang menarik, kang dede.. menarik dan menyentil..hehe.. keep posting:)
ReplyDeletehatur nuhun kang arif.. nanti kalau peta kampus sudah jalan, saya siap jadi kontributor tulisan, asal jelas aja reward nya hihihi
ReplyDelete