Friday 18 July 2008

The Next Leaders

Beberapa hari yang lalu saya menghadiri acara launching produk TV kerjasama antara Universitas Paramadina Mulya dan Metro TV. Namanya acaranya The Next Leaders. Informasi lengkapnya bisa dilihat di www.metrotvnews.com/leaders atau di www.thenextleaders.org

Sebuah usaha acara mencari bibit baru pemimpin masa depan yang dipadukan dengan pola acara reality show sebagaimana yang sedang marak di TV. Lahir dari sebuah keresahan melihat perkembangan Indonesia yang dikuasai kaum tua yang lamban, korup dan tidak mempunyai visi tentang Indonesia masa depan.

Bahwasannya acara ini tidak akan berpola seperti Indoensian Idol atau reality show lainnya saya percaya itu. Setidaknya hal ini bisa dilihat dari komitmen yang dibangun dan para pemberi komitmennya. Hanya saja saya khawatir bila acara ini mereduksi makna Leaders sebagai komunitas orang-orang unggul yang memimpin di dunia politik. Setidaknya hal ini bisa dilihat dari komposisi orang yang diundang dan thema pembicaraan di acara launching

Pembicara pada launching itu terdiri dari enam orang laki-laki yang masih muda. Arya Bima sebagai direktur The Lead Institute Universitas Paramadina Mulya, yang menjadi prakarsa acara ini, Anies Baswedan, Rektor Universitas Paramadina Mulya, Ray Rangkuti, Aktivis Politik yang sedang melejit, Ketua Gema Keadilan dan Anggota DPR RI, Rama Pramatama, Ketua Barisan Muda PAN, Rizki Shadig, Ketua Taruna Merah Putih DPP PDIP dan Anggota DPR RI, Maruarar Sirait.

Sebetulnya bila dilihat lebih detail, praktis yang menjadi pembicara itu hanya empat orang saja dan itu datangnya dari ranah politik. Anies Baswedan meskipun seorang akademisi dalam konteks ini dengan Arya Bima saya pikir hanya sebagai tuan rumah saja. Yang lainnya itulah yang kemudian menimbulkan kesan kemana arah dari program ini mau dibuat

Thema pembicaraan pun berputar masalah politik. Dari mulai isu hak angket BBM, sistem politik Indonesia yang carut marut, kesempatan kaum muda di ranah politik yang tidak terfasilitasi, kaum tua yang tidak bervisi dsb.

Tidak ada yang salah dengan itu, tetapi bila makna leaders terletak pada ranah politik saya pikir ini menjadi sebuah persoalan serius. Apalagi bila dirunut lebih jauh, bila produk dari acara ini mesti duduk di parlemen atau di eksekutif.

Permasalahan Indonesia begitu kompleks. Bahwasannya Indonesia sedang dipenuhi oleh para politisi busuk dan birokrat yang korup itu benar. Tetapi jangan lupakan bahwa pada Indonesia juga disesaki oleh orang-orang yang mengaku dirinya sebagai pengusaha tetapi tidak pernah bekerja keras. Orang-orang yang mengumpulkan kekayaan berbekal lobby kasak-kusuk bukan kerja keras dan kerja cerdas. Indonesia miskin leaders di bidang enterpreneurship dimana setidaknya kita membutuhkan 20 persen enterpreneur baru. Data terakhir itu saya dengar di sebuah talkshow TV.

Bila dirunut lebih lanjut, Indonesia tidak hanya membutuhkan leaders pada ranah politik dan ekonomi, tetapi juga ranah sosial budaya. Kita membutuhkan pemimpin muda nan progresif untuk menggeser orang tua seperti Nurdin Khalid yang tidak tahu diri untuk memimpin PSSI. Kita juga membutuhkan anak-anak muda yang mewarisi bakat dan idealisme seorang Dedy Mizwar dan Garin Nugroho yang mengeksplorasi seni sebagai sebuah sarana mencerdaskan dan memanusiakan manusia. Tidak terlupa kita membutuhkan anak muda yang bisa mewarisi bakat seorang wimar yang bisa menghadirkan tontotan alternatif ditengah gemuruh talkshow yang tidak jelas juntrungannya selain rating

Semoga saja ikhtiar Paramadina tidak akan mereduksi makna sebuah leaders.

Jakarta, 18 Juli 2008

No comments:

Post a Comment