Banyak ilmuwan barat memiliki ungkapan pejoratif mengenai agama. Karl Marx menganggap agama tidak jauh seperti candu yang melenakan dan merusak, Sigmund Freud perintis Psychoanalisa menganggap agama sebagai obsessional neurosesis, bahkan Nietszhe “membunuh” Tuhan karena dianggap sebagai pangkal kerusakan masyarakat.
Pandangan-pandangan mereka tentunya keliru. Mereka hanya menganalisa fenomena beragama di sebagian kalangan. Mereka alpa untuk menganalisa lebih lanjut hakekat beragama yang sesungguhnya baik melalui analisa komprehensif terhadap teks-teks kitab suci maupun kehidupan orang shaleh yang telah mempraktekannya. Marx tutup mata melihat agama sebagai sumber perlawanan, Freud tidak tahu bila agama sangat menunjang kesehatan jiwa dan Nietszhe melupakan bila pemahaman tentang Tuhan lah yang menjadi sumber survival kebanyakan orang.
Tetapi sayangnya, para penganut agama membabi buta menanggapi komentar tersebut. Seolah apa yang mereka ungkapkan total salah dan tidak terkandung didalamnya isyarat bagi kita sebagai orang beragama untuk melakukan refleksi. Karena sebetulnya dalam kesalahan total analisa yang diungkap, ada hal-hal yang membuat kita mesti mawas diri dan intropeksi tentang bagaimana sebetulnya kita harus beragama.
Bila kita melakukan pembacaan terbalik terhadap ungkapan para ilmuwan tersebut, maka kita akan menemukan koreksi-koreksi yang sangat baik bagi orang beragama. Terlepas apakah mereka bermaksud untuk mengkoreksi atau mengingatkan kita, tetapi hal ini sangatlah penting. Marx mungkin mengatakan agama candu, tetapi hal terkandung didalamnya adalah; hati-hati kalau kita tidak beragama dengan benar, maka akan menjadi candu bagi kehidupan kita bukan sarana kebahagian. Begitu juga dengan Nietszhe, yang seolah mengatakan; karena Tuhan difahami dengan tidak benar maka Tuhan saya bunuh.
Dalam kenyataannya kemudian kita menemukan banyak yang beragama tetapi makna beragama tersebut tidak termanifestasikan dalam kehidupan. Mengaku beragama tetapi sangat senang menyakiti orang lain, padahal agama mengajarkan akhlakul karimah kepada sesama. Orang beragama tetapi saling menggunjing padahal agama mengajarkan silaturahim
Beragama Yang Menyehatkan
Bagi beberapa kalangan beragama hanyalah alat. Mereka memperlakukan agama untuk kebutuhan sehari-hari memenuhi kebutuhan mereka akan status maupun identitas. Agama adalah something to use not to live, agama hanya menjadi sesuatu untuk dipakai seperti pakaian bukan petunjuk hidup. Orang seperti ini pergi haji untuk mendapat gelar haji, berinfak dan menolong orang hanya untuk mendapatkan pujian
Sebaliknya adalah orang yang menempatkan agama sebagai hal yang menunjang kesehatan jiwa dan mengatur kehidupan manusia. Agama adalah hal sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang beragama seperti ini akan menonjolkan makna substansial agama seperti akhlakul karimah, silaturahim, keshalehan sosial ketimbang bersusah payah meraih gelar dalam agama tetapi melupakan substansinya. Mereka akan menghindari segala bentuk manipulasi dan kecurangan karena keduanya sesuatu yang dilarang agamanya.
Seperti air, pengguna agama sebagai pakaian laksana air menggenang. Air menggenang berkumpul di suatu tempat dan memperlihatkan bahwasannya dia adalah air, tetapi hanya mendatangkan bau dan menjadikan sumber penyakit. Hanya mendatangkan bala ketimbang manfaat. Sebaliknya orang yang menempatkan agama sebagai comprehensive commitmen, laksana air mengalir. Air tersebut jernih, menebar kebaikan dan menjadi sumber kehidupan bagi banyak orang. Seperti itulah sebetulnya beragama yang sehat. Mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan bagi diri sendiri dan menyebar pada lingkungannya.
No comments:
Post a Comment