“Kecelakaan yang besarlah bagi tiap-tiap orang yang
banyak berdusta lagi banyak berdosa”
(Al Quran, Al Jatsiayah 45; 7)
Adalah sebuah cerita klasik yang mengingatkan kita akan bahayanya berbohong. Konon dahulu kala ada sebuah kampung yang kehidupan kesehariannya bergantung pada peternakan. Ternak kambing mereka sangatlah produktif dan menjadi sandaran hidup masyarakat kampung itu. Tetapi ternak-ternak itu mesti dijaga oleh penduduk kampung tersebut secara bergilir. Di sekitar kampung tersebut banyak serigala yang siap memangsa ternak-ternak penduduk kampung.
Pada satu hari, musibah besar melanda kampung tersebut. Musibah datang disebabkan kebohongan salah seorang penduduk kampung tersebut. Kejadiannya adalah pada siang hari bolong. Salah seorang penduduk kampung berteriak mengingatkan penduduk kampung akan datangnya serigala. “Addikba, addikba” (serigala-serigala) teriak orang tersebut mengingatkan. Penduduk kampung yang sedang beristirahat siang dan bekerja pun terkejut. Semuanya cepat-cepat bergegas mengamankan ternak-ternak mereka.
Tetapi ternyata serigala yang diteriakan salah seorang penduduk kampung tersebut tidak ada. Ketika ditanyakan kepada penduduk yang berteriak, dengan sangat tenang tanpa merasa berdoa orang tadi mengatakan kalau serigala yang dia maksud sudah kembali lagi ke sarangnya. Sadarlah penduduk kampung tersebut kalau mereka sudah dibohongi oleh teriakan orang tadi.
Sambil berjalan dengan muka kesal, penduduk kampung kembali ke rumah masing-masing melanjutkan aktivitasnya. Tidak lama berselang, orang tadi kemudian berteriak keras “addikba, addikba” serigala-serigala. Masyarakat pun kembali bergegas keluar rumah menyelematkan ternaknya masing-masing. Tetapi tidak berbeda dengan kejadian pertama, serigala yang diteriakan pemuda tadi tidak muncul juga. Sadarlah masyarakat bahwasannya mereka sudah dibohongi teman mereka untuk yang kedua kalinya.
Lama berselang kembali pemudu tadi berteriak mengingatkan penduduk datangnya serigala yang akan mengancam ternak mereka. Berbeda dengan teriakan sebelumnya, teriakan pemuda tersebut kali ini betul-betul teriakan yang mengingatkan penduduk karena serigala-serigala itu memang datang akan memangsa ternak milik penduduk. Tetapi karena penduduk desa menganggap teriakan pemuda tadi tidak jauh berbeda dengan teriakan sebelumnya; teriakan bohong.
Alhasil ternak penduduk kampung pun habis dimangsa serigala. Tidak ada ternak yang tersisa termasuk ternak milik keluarga si pemuda yang berteriak tadi. Malah ternyata ternak milik pemuda tadi merupakan ternak yang paling banyak dimangsa serigala tadi.
Penduduk desa sepertinya memang sudah berjalan dengan nalurinya untuk menilai sebuah informasi. Mereka memberikan kesempatan pada setiap orang untuk mengungkapkan sebuah pendapat. Kali pertama dan kali kedua penduduk desa mungkin bisa dibohongi, tetapi pada kali kedua penduduk desa tidak ingin dibohongi dan memberikan cap bohong kepada orang tersebut. Walaupun pada akhirnya teriakan pada kali yang ketiga adalah teriakan kebenaran bukan teriakan kebohongan.
Sebaliknya pemuda tadi sepertinya sudah melewatkan kesempatan untuk dipercayai dan melupakan hukum berbohong. Dimana-mana tidak ada orang yang bisa membohongi seluruh orang di setiap waktu, yang bisa dibohongi hanyalah sebagian orang di sebagian waktu saja. Selain itu sebuah kebohongan pasti selalu membutuhkan kebohongan berikutnya untuk menutupi kebohongan sebelumnya. Bila tidak ada keberanian dan kesungguhan untuk memutuskan siklus kebohongan, maka kebohongan akan menjadi keseharian.
Hukum bohong lain yang dilupakan pemuda tersebut adalah; kehancuran bagi semua orang, termasuk bagi pelaku bohong tersebut, bila kebohongan terus menerus dilakukan.
Tidak salah kalau nabi Ali bin Abi Thalib pernah mengingatkan sahabat-sahabatnya akan pembicaraan nabi tentang kebenaran dan ketenangan. Kata Ali, mengutip kembali ucapan nabi “Tinggalkan apa yang kau ragu-ragukan kepada apa yang tidak kau ragu-ragukan. Sesungguhnya kejujuran membawa ketenangan dan dusta itu menimbulkan keraguan.
No comments:
Post a Comment