Tuesday, 24 May 2011

Revolusi Sosial Bersama Twitter



Prita Mulyasari pasti tidak pernah menyangka bila curhatnya tentang layanan Rumah Sakit Omni di internet berbuntut panjang. Tidak hanya Omni yang kelimpungan menghadapi reaksi publik, pemerintah pun mesti susah payah menjelaskan pada publik kalau regulasi yang mereka buat pro publik. Ujung cerita ini sudah diketahui semua; pengumpulan koin prita yang sangat monumental.

Tidak lama berselang, gundah gulana publik yang diungkap lewat media kembali menjadi heboh nasional. Setidaknya ada tiga surat pembaca dengan dua tema berbeda. Surat pembaca pertama adalah keluhan tentang rombongan presiden SBY di tol Jagorawi yang merepotkan masyarakat. Surat pembaca kedua dan ketiga adalah kesaksian yang mengurai terpidana mafia pajak, Gayus, yang sedang palesir ke Bali dan Luar Negeri meskipun statusnya sebagai tahanan kepolisian.

Seperti juga koin Prita, ketiga surat pembaca ini menjadi isu publik. Istana perlu mengklarifikasi dan meminta maaf. Begitu juga surat pembaca tentang Gayus. Meskipun pelesiran bernilai milyaran rupiah itu diorganisir sedemikian rupa dengan melibatkan seluruh elemen penyelenggara negara bidang hukum, kasus itu tetap terbongkar. Tidak cukup mentri, Presiden pun perlu untuk mengeluarkan instruksi khusus berkenaan kasus Gayus

Saat ini setidaknya kita sedang menghadapi dua fenomena yang tidak jauh berbeda. Kejatuhan Hosni Mubarak di Mesir dan curhatnya Alinda Kariza tentang ketidakadilan yang melanda Ibunya. Drama kejatuhan Presiden Mesir Hosni Mubarak, selain menyisakan cerita tentang mobilisasi sekelompok massa bayaran pro mubarak, juga menyisakan cerita tentang sebuah rezim berkuasa mesti mematikan internet dan memutus situs-situs jejaring sosial yang jadi media masyarakat untuk berkomunikasi dan memobilisasi gerakan.

Di negeri sendiri, publik dihentakan oleh curahan hati Alinda Khariza di blog pribadinya yang di tweet di account tweeternya. Dalam waktu tidak kurang dari setengah hari, karena banyaknya orang yang simpati dan retweet, ribuan orang mengakses blog Alinda untuk membaca langsung curahan hatinya. Lebih dari 500 email menyatakan dukungan dan puluhan dering telepon masuk ke ponsel Alinda menyatakan simpati. Sekarang Alinda, keluarganya juga seluruh orang yang marah terhadap ketidakadilan yang dipraktekan penegak hukum, mendapat angin segar untuk melakukan perlawanan.

Siapapun pasti tidak pernah menyangka kalau situs jejaring sosial akan berpengaruh sedemikian besar. Internet umumnya dan situs jejaring sosial khususnya, banyak digunakan orang untuk mengekspresikan seluruh isi kepalanya. Tidak pernah tersirat menggunakan twitter dan facebook untuk melakukan aksi mobilisasi massa dan protes massal terhadap sebuah rezim yang dianggap tidak adil dan dzalim. Lalu kenapa hal ini bisa terjadi?

Fundamental Human Communication

Ada beberapa faktor yang menyebabkan internet, blog dan situs jejaring sosial dengan mudah mengumpulkan simpati publik dan memobilisasinya menjadi gerakan massal. Kelompok faktor pertama karena nature internet sebagai penemuan teknologi informasi dan komunikasi sedangkan yang kedua berasal dari improvisasi kemampuan teknologi komputer yang mampu mengcover beberapa kharakther komunikasi manusiawi, human communication, dalam sebuah praktek mediated communication yang dalam beberapa asumsi awal sering disebut low in socio emotional touch.

Nature teknologi informasi dan komunikasi adalah kemampuan multiplikasi dalam waktu singkat. Solidaritas gerakan facebooker untuk Bibit-Chandra bisa booming mencapai angka jutaan hanya dalam hitungan hari dan menjadi perhatian publik. Begitu juga tulisan Alinda di blog yang bisa diketahui dan diakses semua orang hanya dalam hitungan jam hanya dengan hanya kicauan di tweeter dan retweet para follower.

Pada sisi lain karena internet baru menjangkau kalangan tertentu, pengguna internet adalah kalangan menengah keatas yang melek baca, berpendidikan diatas rata-rata dan secara ekonomi sudah stabil. Karena berasal dari kalangan ini, maka mereka dengan sangat mudah bisa memobilisasi diri dan lingkungannya untuk mengungkapkan setiap keresahan. Kalangan menengah keatas adalah mereka yang sudah menuntaskan problem klasik dapur rumah tangga dan bergerak pada pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri.

Dua nature dari karakter pengguna internet ini yang kemudian bersinergi dengan perkembangan terbaru para pengguna internet yang mampu berekspresi di dunia maya sebagaimana mereka berekspresi di dunia nyata. Meskipun para pengguna internet tidak berhadapan, tetapi inovasi dunia teknologi telah membuat mereka seolah berhadapan meskipun berjauhan.

Dalam bukunya Communication and Human Behavior Rubben dan Stewart mengungkap beberapa hal fundamental dalam perilaku komunikasi manusiawi adalah subjektivitas, self reference, self reflexivity (1998: 76-79). Faktanya ternyata hal-hal penting ini selain bisa dicover dengan baik dalam komunikasi di dunia maya juga berubah

Subjektivitas adalah sesuatu yang inheren dalam setiap praktek komunikasi. Setiap orang mesti mempunyai latar belakang dan tingkat pengetahuan berbeda sehingga berbeda pula menafsirkan setiap pesan yang disampaikan setiap orang. Apa yang disebut murah hati bagi seseorang, berbeda maknanya bagi orang lain. Bagi seseorang murah hati adalah memberikan uang bila bertemu atau bagi orang lain murah hati berarti selalu memberikan senyum bila bertemu seberapapun kesulitan yang sedang dia hadapi.

Tetapi saat ini kita hidup di alam yang sudah diseragamkan sehingga orang memiliki interpretasi tunggal. Subjektivitas sudah hilang dan orang menjadi sangat objektif dan memiliki interpretasi tunggal untuk setiap realitas. Hal inilah yang terjadi di dunia maya. Cukup menampilkan photo Gayus maka bayangan orang adalah tentang pegawai negara yang korup dan merugikan, bukan tentang seorang kepala keluarga yang sangat melindungi dan menyayangi keluarganya. Bila disebut politisi maka kita berpikir tentang sekelompok orang yang suka bersilat lidah dan korup, bukan kelompok orang yang sedang berargumentasi dan membangun negara.

Adapun self references adalah ketika kita mengikutsertakan pengalaman pribadi dalam berinterpretasi. Internet sebagai sarana komunikasi juga selalu mengikutsertakan pengalaman pribadi yang melingkupinya. Ketika Alinda mencurahkan isi hatinya, ada yang menghubungi Alinda dan memberikan apresiasi karena dia mampu berbicara akan pengalaman yang sama dengan mereka. Mereka memberikan apresiasi terhadap tulisan Alinda bukan karena simpati semata, tetapi juga empati bahwa mereka telah mengalami hal yang tidak jauh berbeda dengan apa yang dialami keluarga Alinda

Sedangkan self reflexivity adalah kebiasaan setiap orang untuk memproyeksikan bila pengalaman yang menimpa seseorang juga menimpa dirinya. Solidaritas masyarakat untuk Prita bukan hanya berdasarkan pengalaman mereka ketika berhadapan dengan layanan kesehatan masyarakat yang acap bermasalah, tetapi juga sebagian dikarenakan membayangkan bagaimana kalau dirinya dan keluarganya mengalami hal yang tidak jauh berbeda dengan Prita.

Hal yang juga penting adalah inovasi tekhnik penulisan dan teknologi penyajian gambar telah berhasil membuat setiap penonton televisi dan pembaca media seolah sedang menyaksikan kejadian secara langsung. Berapa banyak orang yang menyatakan ikut menitikan air mata mendengar nama Indonesia diserukan seisi Gelora Bung karno kala timnas sepakbola bertanding, meskipun mereka hanya menonton melalui Televisi. Atau ketika siaran Live TV yang menayangkan penyelamatan para penambang Chili membuat dunia ikut heroik, menitikan air mata dan mengalirkan bersimpati.

Warning Bagi Penyelenggaran Negara

Revolusi komunikasi dan informasi tidak hanya berhasil memperluas daya jangkau, tetapi juga kecepatan penyebaran informasi. Lebih jauh dari itu, berkomunikasi di dunia maya seperti berkomunikasi di dunia nyata. Perkembangan terkini revolusi komunikasi berhasil membangkitkan emosi dan mendorong publik memobilisasi diri.

Perkembangan ini sudah disadari dan dimanfaatkan sedemikian rupa oleh banyak kalangan seperti institusi bisnis dan pendidikan. Sehingga kedua institusi ini banyak melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih positif. Tetapi sayangnya perkembangan ini diremehkan oleh para penyelenggara negara. Mestinya mereka ingat bahwa perkembangan yang ada telah menempatkan mereka berada dalam rumah kaca dimana setiap orang bisa memonitor dan melihat secara jelas apa yang mereka perbuat.

Tetapi sepertinya kita sedang berhadapan dengan para penyelenggaran negara yang sudah bebal sehingga tidak bosan dan kapok melakukan penyimpangan dalam pengelolaan negara. Bila sudah seperti ini, maka revolusi sosial adalah sesuatu hal yang tidak mungkin. Seperti yang diungkap oleh William Paesley, pakar komunikasi dari Stanford University, Technological change has placed communication in the front lines of a social revolution

No comments:

Post a Comment